TRIBUNNEWS.COM – Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan menilai penggunaan kendaraan listrik adalah langkah yang baik dalam memitigasi efek gas rumah kaca dan menjaga daya dukung lingkungan.
Ini adalah kebijakan jangka panjang yang mesti didukung oleh semua pihak sebagai bentuk keberpihakan pada masa depan bumi.
Namun di sisi lain, Politisi Senior Partai Demokrat ini juga mengingatkan agar segala prasyarat bagi terwujudnya ekosistem kendaraan listrik dipenuhi.
“Pengggunaan kendaraan listrik tentu hal yang baik. Ini menjadi solusi jangka panjang agar daya dukung lingkungan terjaga. Namun demikian, apa yang menjadi prasyaratnya, yakni kebutuhan bahan baku dan akses penggunaan teknologi yang ramah lingkungan, infrastruktur kelistrikan yang terjangkau, serta kebijakan yang terarah haruslah terjalin dengan baik. Ini menjadi bentuk komitmen Indonesia dalam menjaga dan merawat bumi,” ungkap Syarief.
Lebih lanjut Menteri Koperasi dan UKM di era Presiden SBY ini menghimbau agar proporsional menempatkan prioritas. Bahwa penggunaan kendaraan listrik tidak mesti menisbikan penggunaan BBM.
Kendaraan listrik adalah solusi jangka panjang yang mesti diupayakan berkesinambungan, namun di sisi lain penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil perlu juga diatensi. Dalam hal inilah kenaikan harga BBM menjadi isu publik yang juga perlu dicarikan solusinya.
“Harga BBM terus merangkak naik, padahal dampak pengganda (multiplier effect)-nya sangatlah besar terhadap perekonomian. Jika BBM naik, maka harga-harga akan ikut terkerek, daya beli rakyat melemah, angka inflasi juga makin tinggi. Dalam konteks inilah pemerintah mesti cermat dalam mengambil kebijakan. Energi adalah kebutuhan pokok rakyat yang sangat sensitif mempengaruhi segala sendi kehidupan rakyat. Keekonomian harga mestilah sebanding dengan situasi yang dihadapi oleh rakyat, terutama UMKM,” ungkap Syarief.
Menurut Syarief, sepanjang pemerintahan SBY, harga minyak mentah dunia pernah berkali-kali meroket. Berdasarkan data US Energy Information Administration, harga minyak mentah pada bulan Juli tahun 2008 pernah mencapai $128/barel, namun harga BBM subsidi (premium) saat itu ditetapkan sebesar Rp6000/liter.
Kenaikan harga minyak mentah diatas $100/barrel terjadi juga pada April 2011 sebesar $108,8/ barrel, Maret 2012 sebesar $105,42/ barel, serta September 2013 mencapai $102,32/ barel. Namun kenaikan BBM premium tertinggi hanya mencapai Rp 6500/ liter.
Sepanjang 2014 – 2020, harga minyak mentah dunia tidak pernah menembus $100/ barel, bahkan selalu di bawah $70/ barel. Kenaikan tertinggi pernah di Oktober 2021 yang menembus angka $78,51/ barel.
Namun di sisi lain, harga BBM premium juga tidak menurun signifikan, yang seharusnya sebanding sejalan dengan pergerakan harga minyak mentah dunia.
Pada November 2014, harga premium bahkan menembus Rp 8500/ liter dan sejak 2016 konsisten di angka Rp6450/ liter.
“Kita perlu bijak dan proporsional dalam mengambil kebijakan, terutama sektor energi yang dampaknya pada kehidupan rakyat sangat nyata dan signifikan,” tutup Syarief.(*)
Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.