Masalah yang kerap muncul pada rumah-rumah perkotaan yang cukup padat adalah minimnya akses cahaya matahari. Untuk itu, arsitek prinsipal SPOA Architecture Rahmat Indrani menyiasatinya dengan trik penempatan void. Juga, tetap mempertahankan prinsip rumah reduksi.

TERLETAK di kawasan Pejaten Elok, Jakarta Selatan, rumah selebar 7,5 meter tersebut diapit rumah tetangga di kiri-kanan. Karena itu, sumber cahaya matahari yang utama ’’hanya’’ didapat dari sisi depan dan belakang. Namun, jika demikian, bagian tengah rumah kekurangan pasokan cahaya matahari karena rumah tersebut memiliki panjang 20 meter.

Untuk mengatasinya, dibuatlah sebuah void di tengah bangunan rumah itu. Void tersebut memiliki atap kaca transparan dan celah kecil sebagai tempat masuknya udara. ’’Dengan kondisi tersebut, matahari menembus ruang tengah. Jadi, semua ruangan mendapat cahaya matahari dan sirkulasi udara alami,’’ kata Rahmat pada Senin (4/7). Meski terdapat celah kecil, air hujan tidak dapat masuk ke rumah.

Void itu memperkuat prinsip rumah reduksi. Pada dasarnya, konsep rumah reduksi berarti mereduksi atau mengurangi hal-hal yang tidak perlu di sebuah rumah. Dengan adanya void, penggunaan AC dan lampu bisa diminimalkan saat siang. ’’Dengan skylight itu, ada ruang cukup di tengah,’’ ucap Rahmat.

MATERIAL EKSPOS: Penggunaan material dinding aci semen yang berpadu dengan furnitur kayu menghadirkan ambience hangat. Void mengalirkan udara dan cahaya matahari ke seluruh ruangan. (Foto: SPOA Architecture untuk Jawa Pos)

Beberapa ruang yang terkena ’’dampak’’ langsung dari void itu adalah area publik di lantai 1 –terutama ruang makan– dan kamar anak di lantai 2. Kamar anak berada tepat di tengah. Jadi, dibuat jendela yang menghadap ke void tersebut. Sementara itu, lantai 1 merupakan bentuk penerapan reduksi volume ruang yang dilakukan Rahmat. Yakni, dengan meminimalkan sekat antar ruangan di lantai 1.

Lantai 1 rumah itu terdiri atas area privat. Di antaranya, ruang keluarga, dapur, dan ruang makan. Tidak ada ruang tamu di rumah tersebut. Sebab, menurut Rahmat, penduduk urban di Jakarta jarang atau hampir tidak pernah bertamu ke rumah orang lain.

’’Ruang-ruang yang ada merupakan ruangan fungsional yang memang sangat dibutuhkan,’’ ujarnya. Kemudian, terdapat sisa space di bagian belakang yang difungsikan sebagai kamar asisten rumah tangga. ’’Dengan sirkulasi yang didesain dengan baik, pola pergerakan area servis dan area publik jadi terorganisasi,’’ tandas arsitek alumnus Institut Teknologi Nasional (Itenas) itu.

HIGHLIGHT

EXPANDED METAL

MATERIAL EKSPOS: Penggunaan material dinding aci semen yang berpadu dengan furnitur kayu menghadirkan ambience hangat. Void mengalirkan udara dan cahaya matahari ke seluruh ruangan. (Foto: SPOA Architecture untuk Jawa Pos)

Material expanded metal mendominasi fasad. Terutama di pagar dan balkon. Penghuni rumah bisa membuka balkon selebar-lebarnya tanpa interupsi privasi karena terlindungi oleh expanded metal tersebut.

CEILING RENDAH

FUNGSIONAL: Ruang keluarga di lantai 1 dibuat tanpa sekat dengan dapur dan ruang makan. Tak ada ruang tamu di rumah itu, menyesuaikan kebiasaan masyarakat urban yang jarang bertamu. (Foto: SPOA Architecture untuk Jawa Pos)

Ceiling atau langit-langit dibuat rendah sesuai dengan prinsip rumah reduksi. Dengan ceiling rendah, penggunaan material jadi lebih efisien. Hal itu juga berimbas pada tangga yang tidak memakan banyak ruang.

RAW MATERIAL

Sesuai prinsip rumah reduksi, material dibuat ’’mentah’’ dan apa adanya. Misalnya, dinding semen aci ekspos yang dipadukan dengan material besi yang dicat hitam. Suasana hangat rumah itu didapat dari pemilihan furnitur kayu.

’’SEKAT’’ BERUPA LEVEL

Tidak ada sekat di antara ruang keluarga dengan ruang makan dan dapur di lantai 1. Untuk menandai perbedaan fungsi dua area tersebut, dibuatlah perbedaan level lantai. Ruang keluarga dibuat lebih rendah.

(Foto: SPOA Architecture untuk Jawa Pos)
(Foto: SPOA Architecture untuk Jawa Pos)


Artikel ini bersumber dari www.jawapos.com.