Tribunnews.com, Jakarta– Setelah lama tidak tampil di Komunitas Salihara sejak 2016 lalu, Fitri Setyaningsih akhirnya hadir kembali membawakan pertunjukan tari Sleep Paralysis. Karya ini sukses ditampilkan di hadapan 137 penonton pada Sabtu (20 Agustus) dan Minggu (21 Agustus) lalu. Fitri tampil bersama timnya Fitri Dance Work, ia mengungkapkan rasa senangnya setelah tampil dan merasakan energi yang begitu positif mendukung kekaryaannya.
Sleep Paralysis berangkat dari pengalaman ketindihan yang dialami oleh Fitri, di mana tubuh tidak bisa bergerak, mulut tidak bisa mengeluarkan suara tapi mata mampu mengamati kejadian di sekitarnya. Fitri mengolah ide ini selama dua tahun sejak 2020, berangkat dari pengalaman ketindihan yang kembali ia rasakan setelah 20 tahun tidak mengalami fenomena tersebut. Dalam mempersiapkan penampilan ini, Fitri mengolah pengalaman tersebut lewat latihan yang intensif selama tiga bulan dibantu oleh tim Fitri Dance Work.
“Tiga bulan memasuki ruang di antara dengan tim kerja yang sangat intens dan intim. Hampir setiap hari pada jam 6 sore hingga 12 malam kami berlatih (berusaha) membongkar dan menyerap intisari (fenomena ketindihan) dari sumber-sumber cerita maupun sumber medis yang semuanya masih dalam misteri.”
Pertunjukan yang dilangsungkan di Teater Salihara ini berlangsung selama 35 menit yang dibuka dengan dua orang penampil berjalan pelan di atas tiga buah plat stainless berukuran besar yang dapat memantulkan bayangan dari sang penampil. Suasana pertunjukan dibangun misterius serta mencekam lewat instrumen yang repetitif dan bersuara keras. Semua dibalut begitu sempurna oleh koreografi yang ditampilkan Fitri Setyaningsih dan Luluk Ari Prasetya dengan gerakan tubuh yang menekan ke dalam, menarik ke atas dan ke bawah.
“Kami ingin membangun ruang suara yang menggetarkan isi panggung dan menggema di angkasa. Pilihan-pilihan gerak yang menekan ke dalam, menarik ke atas ke bawah dan upaya menghadirkan dimensi ruang yang berlapis dengan set plat stainless yang tertembak cahaya dan tertanam dalam lantai yang hitam dan besar.” Terang Fitri menjelaskan alur dari pentas Sleep Paralysis-nya.
Suasana di dalam ruang Teater Salihara juga dirasakan oleh beberapa penonton yang hadir dan ikut hanyut ke dalam emosi yang Fitri dan tim bangun. Salah satunya adalah Firda (25), karyawan swasta yang mengatakan bahwa menonton pertunjukan seperti ini memang sebaiknya dilakukan secara luring karena emosi yang ingin disampaikan jauh lebih terasa.
“Bagus, dan langsung menangkap bahwa inilah yang namanya sleep paralysis. Lalu menurut aku (pertunjukan) secara offline itu lebih kerasa seperti tadi misalnya kalau sound seperti itu pasti tidak akan dapat feel-nya kalau aku tidak langsung menonton di sini.”
Selain Sleep Paralysis oleh Fitri Setyaningsih, Komunitas Salihara masih menyediakan dua pertunjukan luring yang dapat disaksikan setiap Sabtu dan Minggu hingga 04 September 2022 yakni: Amongraga oleh Komunitas Sakatoya dengan Ugo Untoro dan Let’s Save the Earth oleh Wayang Motekar. Tiket kedua pertunjukan ini bisa dipesan lewat musimseni.salihara.org.
Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.