Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Internet ibarat pedang bermata dua karena di satu sisi memberi manfaat akses informasi yang luar biasa, tetapi di sisi lain dapat menyesatkan lewat paparan informasi palsu atau hoaks. Ketelitian mencerna setiap informasi yang masuk dibutuhkan.

Hal ini mengemuka dalam webinar bertema Tips dan Trik Cek Berita Palsu di Dunia Digital yang berlangsung di Balikpapan, Kalimantan Timur belum lama ini.

Hadir sebagai narasumber Pengurus RTIK Wilayah NTB sekaligus Analis Tata Kelola Keamanan Siber Diskominfotik Provinsi NTB Ronald Ommy Yulyantho; PTP Ahli Muda Nur Fitriana; dan Zulchaidir Ashary selaku CEO Pena Enterprise.

Baca juga: Dirjen Kominfo Sebut Pendaftaran PSE Sudah Ada Sejak November 2020, Kenapa Steam Tak Kunjung Daftar?

Ronald Ommy Yulyantho menyampaikan materi keamanan digital dengan judul Tips Pentingnya Internet Sehat mengatakan, internet sehat berfungsi melindungi diri sendiri dan orang lain dari bahaya atau risiko di internet.

“Kata kunci internet sehat adalah bijak dalam menggunakan sehingga pengguna terhindar dari dampak negatif internet seperti hoaks, penipuan, perundungan siber, kecanduan, pencurian data, pergaulan bebas, dan plagiarisme,” katanya.

Tips berinternet sehat yaitu batasi informasi yang bersifat pribadi, selektif dalam mengirimkan konten, jangan respons email yang tidak jelas, waspadai malware, jangan akses konten ilegal, dan jangan mudah tergoda tawaran.

Nur Fitriana mengatakan, budaya digital menimbulkan tantangan seperti mengaburnya wawasan kebangsaan, minimnya pemahaman hak-hak digital, kebebasan berekspresi yang berlebihan, dan berkurangnya toleransi dan penghargaan pada perbedaan. Kompetensi budaya bermedia digital mensyaratkan penerapan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

“Dunia digital adalah dunia kita sekarang ini. Mari kita mengisinya dengan menjadikannya sebagai ruang yang berbudaya, tempat belajar dan berinteraksi, tempat tumbuh kembang anak-anak, dan tempat kita lahir sebagai bangsa bermartabat,” tuturnya.

Baca juga: Konektivitas Internet Menjadi Penentu Utama di Era Metaverse

Zulchaidir Ashary mengatakan, banyak orang dari berbagai latar belakang budaya di ruang digital sehingga dibutuhkan etika digital.

Etika di dunia digital disebut netiket yang ruang lingkupnya terdiri dari kesadaran, integritas, tanggung jawab, dan kebajikan.

“Ada peribahasa mengatakan, You are What You Share. Sehingga hindari lakukan hal berikut di media sosial: memulai konflik, curhat, mengejek orang lain dengan atau tanpa menyebut nama, bersikap terlalu ekstrem,” pungkasnya. (*)


Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.