TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah Pusat telah mempertimbangan segala aspek hukum termasuk penyediaan lahan dan tanah untuk Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan.

Sehingga untuk masalah tersebut diharapkan masalah sengketa dan pertikaian penguasaan yang kemungkinan bisa terjadi kelak, telah diantisipasi dengan hadirnya Perpres No. 65/2022 yang secara umum mengatur masalah Pelepasan Kawasan Hutan dan Pengadaan tanah.

“Perpres No. 65/2022 itu secara garis besar mengatur tentang Perolehan Tanah di IKN, kemudian Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan tanah di IKN dan Pengendalian Pengalihan Hak Atas Tanah di IKN,” ungkap Kepala Biro Hukum ATR/BPN, Joko Subagyo di acara webinar bertajuk ‘Problematika Pembangunan IKN dan Peralihan Hak atas Tanah Untuk Kepentingan Umum’ yang digelar Mahasiswa/i Magister Hukum Universitas Kristen Indonesia, Rabu (6/7/2022).

Suasana webinar bertajuk 'Problematika Pembangunan IKN dan Peralihan Hak atas Tanah Untuk Kepentingan Umum' yang digelar Mahasiswa/i Magister Hukum Universitas Kristen Indonesia, Rabu (6/7/2022).
Suasana webinar bertajuk ‘Problematika Pembangunan IKN dan Peralihan Hak atas Tanah Untuk Kepentingan Umum’ yang digelar Mahasiswa/i Magister Hukum Universitas Kristen Indonesia, Rabu (6/7/2022). (Tangkapan layar zoom)

\Atas dasar itu pula, pemerintah telah memulai secara bertahap melakukan pembangunan fisik di Ibu Kota Nusantara (IKN) yang berada di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur tersebut.

Dikatakan lagi oleh Joko, untuk keperluan pembangunan di IKN, pemerintah tentunya memerlukan sejumlah lahan atau tanah yang nantinya untuk pengembangan infrastruktur di kawasan IKN.

Joko menambahkan, untuk Perolehan Tanah oleh Otorita IKN dilakukan dengan dua mekanisme, yaitu melalui pelepasan kawasan hutan dan pengadaan tanah.

Sedangkan dalam hal mekanisme pelepasan kawasan hutan, statusnya akan dilepaskan menjadi tanah negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh negara, sehingga dapat digunakan untuk pembangunan IKN.

Pelepasan kawasan hutan dilakukan paling lama tiga bulan sejak permohonan diajukan oleh Kepala Otorita ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

“Setelah disetujui oleh Menteri LHK, maka kawasan hutan dilepaskan menjadi areal penggunaan lain,” jelas Joko.

Di acara yang sama, Dosen Hukum Pertanahan Program Studi Magister Hukum Program Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia, Dr. Diana R. W. Napitupulu ,S.H., M.H., M.Kn., M.Sc, menyebutkan cakupan wilayah IKN berdasarkan UU No. 3 Tahun 2022, meliputi di dalamnya yaitu kawasan IKN seluas 56.180,75 hektar dan kawasan pengembangan IKN Nusantara seluas 199.961,95 hektar.

“Di IKN itu kepemilikan tanah dengan status HPL (Hak Pengelolaan). Adapun pemegang HPL harus lembaga negara dia diberi sebagian wewenang negara karena Undang-Undang dan juga Hak Pakai atas nama negara,” ujar Diana.

“Untuk kawasan IKN, pemegang lahan dipegang oleh Otorita IKN. Otorita IKN dapat memberikan status HPL kepada badan hukum atau individu secara perjanjian,” tutur Diana.

Sementara itu, anggota DPD RI Agustin Teras Narang yang juga turut menjadi narasumber dalam acara tersebut mengingatkan agar Pemerintah Pusat melalui Otorita Ibu Kota Negara, tidak tergesa-gesa dalam melakukan pembangunan di lokasi IKN Nusantara, demi memenuhi target pada 2024.

“Otorita harus memahami betul kondisi dari wilayah-wilayah yang akan disiapkan menjadi IKN. Jangan sampai pembangunan smart city yang direncanakan di IKN Nusantara, justru menimbulkan kesenjangan, termasuk dengan daerah lain di Pulau Kalimantan,” kata Gubernur Kalimantan Tengah periode 2005-2015 itu


Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.