JawaPos.com-Pada 23 Mei lalu, Gregoria Mariska Tunjung menulis sebuah pesan yang sangat personal di Twitter. Tunggal putri nomor satu Indonesia tersebut mencurahkan suasana hatinya, apa yang dia rasakan, apa yang dia pikirkan.

Sepanjang kariernya, Gregoria mengaku menemukan kebahagiaan mendalam lewat bulu tangkis. Namun, rasa cinta tersebut lama-lama terkikis, digantikan oleh perasaan-perasaan rendah diri dan penuh kesedihan.

“Beberapa tahun belakangan aku sering merasa kecil, merasa nggak layak untuk ada di posisiku berdiri sekarang, dan juga merasa keberadaanku menjadi beban untuk banyak orang,” tulis Gregoria.

“Untuk sekarang, aku ingin menemukan kebahagiaan di badminton…coba sebaik mungkin dalam latihan..dan seandainya aku stop (menjadi atlet) dan cari jalan lain, aku akan coba terus untuk menjadi lebih baik,” lanjut Gregoria.

Kepada JawaPos.com, Gregoria mengatakan bahwa pesan terbuka tersebut lahir pasca hasil buruk di SEA Games 2021 Hanoi. Pada ajang tersebut, Gregoria merasa telah meraih hasil yang sangat mengecewakan.

Pada semifinal ajang beregu, Gregoria yang menjadi tunggal pertama, secara mengejutkan dikalahkan pemain nomor 60 dunia asal Vietnam Nguyen Thuy Linh dalam rubber game (21-14, 17-21, dan 16-21).

Indonesia pada akhirnya memang berhasil lolos ke final dengan kemenangan 3-1. Namun, Gregoria tidak dimainkan di partai final melawan Thailand. Hasil akhirnya, Indonesia hanya meraih perak karena kalah telak 0-3.

Mencoba melupakan momen buruk di ajang beregu, Gregoria bertekad meraih prestasi maksimal di ajang perorangan. Sayang, langkah pemain nomor 24 dunia tersebut terhenti di semifinal. Gregoria tumbang di tangan tunggal Thailand Phittayaporn Chaiwan dalam straight game, 18-21 dan 15-21.

Momen inilah yang membuat Gregoria sangat terpukul, kecewa, dan patah hati.

“Ini SEA Games ketiga saya. Kali ini, saya ingin sekali bermain di final. Tetapi gagal. Saya merasa berada di bawah, ada di titik terendah. Saya merasa, apakah saya masih layak berada di pelatnas?” ucap Gregoria.

Gregoria Mariska Tunjung saat berlaga di semifinal beregu putri SEA Games 2021 Hanoi. (Humas PP PBSI)

Pemain berusia 23 tahun tersebut lantas memutuskan untuk menumpahkan unek-unek yang mengendap di dasar hatinya. Setelah tulisan itu muncul di Twitter, Gregoria mengaku sedikit lega. Apalagi, dia menerima banyak sekali pesan-pesan baik yang sangat menguatkan dan menghangatkan hatinya.

Gregoria menjadi kembali besemangat.

Sebulan setelah tulisan di Twitter itu, pada babak pertama Malaysia Open 2022, Gregoria berhasil mengandaskan pemain nomor satu dunia asal Jepang Akane Yamaguchi dengan skor meyakinkan, 21-14 dan 21-14. Itulah kemenangan pertama Gregoria atas Akane dalam sembilan pertandingan beruntun.

Kemenangan tersebut ternyata bukan kebetulan. Di tempat yang sama, Axiata Arena, Kuala Lumpur, Gregoria kembali memukul Akane pada perempat final Malaysia Masters 2022. Gregoria menang rubber game, 25-23, 15-21, dan 21-10.

Performa Gregoria pada game ketiga di laga tersebut sangat luar biasa. Dia taktis, efisien, minim kesalahan. Gregoria terus berusaha mengontrol dan mendominasi pertandingan dengan pukulan-pukulan yang sangat variatif. Aksi di game penentuan melawan Akane itu, mungkin merupakan salah satu penampilan terbaik Gregoria sepanjang kariernya.

Bagi Gregoria, mencapai semifinal Malaysia Masters 2022 merupakan pencapaian yang sangat baik. Itu adalah semifinal world tour pertamanya dalam tempo hampir empat tahun terakhir. Atau yang perdana sejak dia menjejak fase empat besar Denmark Open 2018.

“Proses untuk mencapai kepercayaan diri lagi itu, bagi saya adalah proses yang panjang. Apalagi, saya merasa sudah lama bermain badminton. Saya mulai serius main saat naik ke kelas tiga, kira-kira usia 8 tahun,” kata Gregoria.

“Dari awal, saya suka banget dengan badminton. Tetapi malah pas sudah gede, saya kok merasa seperti ini. Merasa kecil dan kayaknya nggak layak.”

“Sekarang, saya berusaha untuk nemuin alasan mengapa saya suka banget dengan badminton. Mau termotivasi lagi, mau semangat lagi, mau senengin diri lagi. Saya pengen munculin rasa itu lagi, rasa seneng bermain badminton seperti waktu kecil. Karena nggak bisa dipungkirin, sebenernya badminton itulah yang bikin saya seneng,” tambah Gregoria.

*

Gregoria menuturkan bahwa banyak hal yang membuatnya sangat cinta kepada bulu tangkis. Bulu tangkis, bagi pemain kelahiran Wonogiri itu adalah entintas yang membantunya bertumbuh dan berproses sebagai manusia.

Sejak dilatih dasar-dasar bermain oleh ayahnya, lalu bergabung di klub AUB Surakarta, berani hijrah ke Bandung dan bermain bagi klub Mutiara Cardinal pada kelas 5 SD, Gregoria merasa bulu tangkis mampu membentuk dirinya sebagai perempuan muda yang mandiri.

Gregoria lantas memasuki salah satu babak terpenting dalam hidupnya ketika masuk Pelatnas Cipayung pada usia 14 tahun. Gregoria meraih tiket pelatnas lewat penampilan yang sangat dominan yakni meraih lima gelar di sirkuit nasional.

Gregoria merasa bahwa bulu tangkis memberikan banyak sekali kebahagiaan pada dirinya. Dengan proses yang berat, dia merasa memiliki karakter yang tangguh. Juga belajar untuk melewati segala kesulitan dengan usahanya sendiri.

Melalui bulu tangkis, Gregoria memiliki pengalaman yang sangat berharga dengan mengikuti beragam turnamen di luar negeri. Dia memiliki banyak teman dari berbagai macam kota. Selain itu, yang juga tak kalah penting, bulu tangkis memberi Gregoria penghasilan.

“Sejak kecil, badminton bukan paksaan bagi saya. Badminton itu adalah hal besar dalam hidup saya,” ucap Gregoria.

Namun belakangan, Gregoria merasa bahwa bermain bulu tangkis begitu berat. Apalagi, saat masih berumur 21 tahun, dia sudah menjadi tunggal putri nomor satu Indonesia. Dia menjadi orang yang paling diharapkan untuk berprestasi di tengah semakin menurunnya performa sektor tunggal putri Indonesia.

Gregoria seolah-olah menjadi sosok yang harus selalu bermain baik dan tidak boleh gagal.

Gregoria Mariska Tunjung saat kalah melawan andalan Taiwan Tai Tzu-ying pada perempat final Sudirman Cup 2019. (Wang Zhao/AFP)

Gregoria tidak menampik bahwa dia sempat sakit hati karena merasa banyak orang memojokkannya. Gregoria mengatakan bahwa sejatinya dia sudah cukup kebal menerima saat kritik langsung dari pelatih dan pengurus PP PBSI. Hal itu, bagi Gregoria bukan masalah besar. Kritik malah membantunya untuk melakukan evaluasi agar permainannya meningkat.

Tetapi sebagai manusia biasa, Gregoria merasa sangat pedih saat membaca kata-kata kasar dari netizen kepada dirinya. Terutama jika sudah dibanding-bandingkan dengan atlet luar negeri yang sepantaran dengannya.

“Yang jelas saya tidak bisa mengontrol komentar-komentar itu. Makanya saya memutuskan menulis di Twitter. Alasannya salah satunya itu. Ada banyak unek-unek dalam diri saya yang membuat saya tidak nyaman. Hal itu harus saya keluarkan,” ucap Gregoria.

“Curhat itu bukan direncanakan. Saya menulis itu bukan untuk dapat perhatian dari banyak orang. Tetapi lebih supaya saya bisa mengungkapkan keluh kesah saja sebagai seorang atlet.”

“Karena bisa dibilang bukan saya saja yang merasakan seperti itu. Mungkin kalau ditanya satu-satu, ada atlet yang merasakan sama seperti saya. Apalagi, jika dia merasa ada di bawah. Jadi sejujurnya, itu lumayan membantu. Jadinya kayak lebih enteng gitu setelah menulis kayak gitu di Twitter.”

“Selain itu, saya sudah banyak cerita juga ke pelatih dan psikolog. Ini proses yang panjang juga sehingga saya bisa kembali ke titik lebih percaya diri dan lepas.”

Sekarang, Gregoria berusaha keras untuk kembali menikmati bermain bulu tangkis. Berjuang untuk mendapatkan kembali cinta terbesarnya yang sempat menjauh dan mengabur.

Gregoria Mariska Tunjung merayakan keberhasilannya menembus semifinal Malaysia Masters 2022. (Humas PP PBSI)

“Saya menulis itu juga bisa dibilang karena hasil saya yang begitu-begitu saja. Saya kan sering kalah. Kalau nggak di first round ya second round pada setiap turnamen yang saya ikuti. Itu juga menjadi salah satu faktor yang membuat saya merasa nggak layak jadi pemain pelatnas atau bahkan mungkin menjadi atlet bulu tangkis yang ikut di banyak turnamen.”

“Tetapi di satu sisi yang lain, saya ingin buktiin kalau saya masih bisa. Mungkin saya lebih mikir kalau seandainya saya mentok, saya down, saya nggak akan mau menyerah. Itu sih yang menjadi pegangan saya.”

“Saya itu suka banget dengan bulu tangkis, tetapi saya juga bisa merasa kecil karena bulu tangkis. Saya nggak pernah tahu apa yang terjadi ke depannya. Dan seandainya saya nggak lagi di bulu tangkis, saya akan beneran mencoba semaksimal, supaya saya tidak ada penyesalan apapun.”

Gregoria juga memiliki formula khusus agar dia lekas bangkit dan menyingkirkan berbagai macam tekanan mental yang menghimpitnya selama ini.

“Caranya dengan mulai mengatur pikiran saya lagi ketika berada di asrama,” kata Gregoria. “Saya harus berpikir bahwa latihan adalah hal yang menyenangkan dan bertujuan untuk membikin saya bagus. Bukan hanya sekadar menyelesaikan kewajiban.”

“Untuk beberapa atlet, main bulu tangkis itukan hal yang terus mereka hadapi setiap hari selama bertahun-tahun. Saya sendiri bermain selama hampir 20 tahun. Latihan itu rasanya sesuatu yang harus dilakukan.”

“Tetapi percuma juga jika menganggap latihan itu hanyalah kewajiban. Latihan itu harus seneng. Kalau menganggap latihan bukan cuma kewajiban, maka latihannya akan terasa ringan,” tambah Gregoria.

Bagi atlet pelatnas Cipayung seperti Gregoria, latihan merupakan hal yang sangat sulit dilakukan jika tidak memiliki komitmen dan mental yang tangguh. Setiap hari mulai pukul 06.00 WIB atau 06.30 WIB, Gregoria harus sudah berada di lapangan untuk berlatih fisik. Dia menempa tubuhnya sampai pukul 08.00.

Break sebentar dengan minum susu dan makan roti, latihan dilanjutkan dengan program teknik sampai pukul 11.00 sampai 11.30. Setelah itu, para atlet mendapatkan waktu istirahat siang. Rehat sebentar, latihan sesi sore dimulai pukul 15.00 atau 15.30 sampai pukul 17.30.

Pada Rabu dan Sabtu, para pemain pelatnas utama hanya menjalani sesi latihan pagi. Satu-satunya libur latihan berlangsung pada hari Minggu.

Menghadapi latihan yang keras dan berulang-ulang, Gregoria mengatakan bahwa atlet harus memiliki pikiran yang selalu segar. Apalagi, di sirkuit bulu tangkis dunia, turnamen berlangsung dengan tingkat intensitas dan kepadatan yang tunggi.

Dalam kondisi normal, turnamen bisa berlangsung terus-menerus selama tiga sampai empat bulan. Dampaknya, waktu untuk menyenangkan diri sendiri, misalnya dengan berkumpul bersama teman dan keluarga menjadi sangat terbatas.

“Kata kuncinya, pikiran harus fresh,” jelas Gregoria. “Pelatih, pengurus, bahkan psikolog memang membantu untuk memberikan dorongan agar mental menjadi kuat. Itu berarti sangat besar bagi saya. Tetapi, saya harus membangun dorongan itu dalam diri saya sendiri.”

“Dengan kondisi saya yang berada di bawah, rasanya memang seperti diombang-ambing. Ya kadang merasa sangat sedih, tetapi di sisi lain, pengen banget untuk optimistis. Saya kemudian mencoba terbuka kepada diri sendiri, coba menerima apa yang saya rasakan. Saya mencoba memahami diri saya sendiri. Mencoba bercerita kepada orang lain dan membuka diri,” lanjut Gregoria.

Gregoria menambahkan bahwa pelatih sering mengingkatkan bahwa dia memiliki teknik dan skill yang baik. Stroke-nya bagus. Lawan juga sering sulit menebak arah pukulannya.

Namun, Gregoria sadar bahwa dia memiliki kelemahan besar. Kekurangan fatal yang menghambatnya menjadi pemain tunggal putri level papan atas dunia. “Orang awam pun tahu bahwa kelemahan saya ada di fisik,” ucap Gregoria.

“Selain itu soal mental. Mending, kayak misalnya tekniknya oke saja. Tidak bagus-bagus amat tidak apa-apa. Tetapi saya bisa main lepas dan tanpa beban. Saya ingin bisa semangat lagi, bisa bahagia lagi,” tambahnya.

“Dari pengalaman bermain di Singapura (Open) dan Malaysia (Masters), saya mencoba untuk lebih santai. Saya selalu punya target untuk diri saya sendiri, tetapi sekarang saya ubah bukan sebagai beban tetapi sebagai motivasi.”

“Sebelumnya, saya ingin banget nge-push diri saya, tetapi malah membebani. Karena mungkin saya nggak tahu bagaimana cara nge-push yang bener. Tetapi akhir-akhir ini, saya lebih bisa untuk mengontrol emosi. Juga mengejar kemenangan dengan cara dan pendekatan yang lebih cocok.”

*

Menghadapi Kejuaraan Dunia 2022, Gregoria mengatakan bahwa persiapannya sudah bagus. Baik di dalam lapangan maupun di luar lapangan. Dia mulai berlatih sejak pulang dari Singapore Open 2022 yang berakhir 17 Juli lalu.

Namun masa latihannya terpotong sepekan. Sebab Gregoria sempat sakit dan harus menjalani karantina selama tiga hari.

Pada babak pertama Kejuaraan Dunia 2022, Gregoria akan berhadapan dengan pemain asal Skotlandia Kirsty Gilmour. Gregoria sempat memantau penampilan Gilmour pada ajang Commonwealth Games 2022.

Pada turnamen itu, Gilmour bermain cukup baik dan mencapai semifinal. Gregoria juga berencana menonton pertandingan-pertandingan Gilmour yang lain agar mendapatkan gambaran yang utuh tentang kekuatan dan kelemahan calon lawannya.

“Sekarang saya bersiap yang kecil-kecil dulu. Misalnya malam sebelum bertanding harus jaga kondisi. Lalu sebelum bertanding harus lebih rileks. Juga di-set mentalnya dengan baik,” ucap Gregoria.

“Di world champ, saya ingin mencoba bermain bagus di setiap game yang akan saya lewati. Jika berhasil melaju ke babak-babak selanjutnya, saya ingin permainan saya semakin meningkat,” tambahnya.

Gregoria mempersiapkan diri jelang Kejuaraan Dunia 2022. (Humas PP PBSI)

Di sisi lain, Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI Rionny Mainaky mengatakan bahwa pembenahan utama dari penampilan setiap atlet termasuk Gregoria itu dimulai dari latihan.

Tim pelatih, kata Rionny, terus mendorong Gregoria untuk bermain semaksimal mungkin. Terutama dari hal kecil yang bisa berdampak besar kepada penampilannya.

“Dia kan kadang kesel-kesel sendiri. Itu yang harus dibenahi,” ucap Rionny.

“Gregoria itu punya pukulan yang berbahaya. Dia memukul ke manapun, lawan akan sulit. Itu yang selalu saya katakan kepada Grego. Sebab jarang ada yang punya pukulan seperti itu.”

“Kami juga sering diskusi. Misalnya lawannya seperti apa, lapangannya seperti apa. Itu juga penting. Misalnya nanti saat Kejuaraan Dunia di Jepang. Jepang kan lapangannya lebih stabil,” kata mantan pelatih ganda putra tim nasional Jepang itu.

“Yang kami minta, Grego harus bermain semaksimal mungkin. Kalaupun kalah, ya jangan kalah begitu saja. Juga jangan banyak bikin kesalahan. Nah, sekarang dia mulai minim kesalahan. Inilah yang bikin Grego bisa mencapai semifinal (Malaysia Masters 2022). Selain itu, Grego juga harus percaya diri,” tambah Rionny.

Pelatih tunggal putri Herli Djaenudin mengaku bahwa akhir-akhir ini, pihaknya sering mengingatkan kepada Gregoria bahwa dia adalah pemain yang sangat potensial. Saat di junior, Gregoria mampu meraih hasil-hasil hebat karena bermain lepas dan tanpa beban.

Mentalitas dan pendekatan pertandingan inilah yang perlu dibangkitkan lagi.

“Intinya nothing to lose saja, main yang lepas, nanti hasilnya akan lebih bagus. Jadi nikmatin saja pertandingan itu,” kata Herli.

“Saya bilang ke Grego, tenang saja, di belakang dia banyak yang support kok. Mulai tim pelatih, pengurus, orang-orang terdekat. Juga psikolog yang perannya besar sekali untuk kebangkitan Grego. Jadi jangan pernah takut, kami semua akan support dia,” tambah Herli.

Selain dukungan itu, saat ini Gregoria berusaha untuk terus mengingat saat-saat khusus yang membuatnya begitu bahagia bermain bulu tangkis. Bukan semata momen penting ketika dia menjadi juara dunia junior 2017. Atau saat Gregoria menjadi kapten tim Indonesia yang sukses menjadi juara Asia beregu 2022.

“Saya ingin meresapi kembali alasan utama saya bermain bulu tangkis. Saya sebetulnya ingin membuat orang tua saya seneng.

“Saya kan anak tunggal, saya ingin sekali membuat orang tua bangga. Saya ingin sekali orang tua saya yang ada di Wonogiri melihat saya sukses. Itulah yang membuat saya ingin mencoba lagi, berusaha, dan berusaha lagi,” tambah Gregoria.


Artikel ini bersumber dari www.jawapos.com.