Rabu, 13 Juli 2022 – 12:24 WIB
VIVA Dunia – Menteri luar negeri baru Prancis, Catherine Colonna, pada Selasa 12 Juli 2022, mengatakan bahwa hanya tinggal beberapa pekan untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 antara Iran dengan negara-negara kekuatan dunia. Namun, seorang pejabat senior Amerika Serikat menjelaskan bahwa Washington tidak menetapkan batas waktu seperti itu.
Catherine Colonna mengatakan kepada anggota parlemen bahwa situasinya tidak lagi dapat dipertahankan. Dia menuduh Iran menggunakan taktik penundaan dan, selama pembicaraan di Doha dua minggu lalu, kembali pada posisi yang disepakati sebelumnya sambil terus maju dengan program pengayaan uraniumnya.
“Masih ada jendela peluang … bagi Iran untuk akhirnya memutuskan menerima kesepakatan yang sedang dibangun, tetapi waktu terus berlalu,” kata Colonna.
Dia memperingatkan bahwa jika Iran tetap bertindak pada jalurnya saat ini (dengan program pengayaan uraniumnya), negara itu akan mencapai ambang batas sebagai negara bersenjata nuklir.
“Waktu berlalu. Teheran harus menyadari hal ini,” kata Colonna. Dia menambahkan bahwa pemilihan paruh waktu di AS akan mempersulit untuk mencapai kesepakatan.
“Jendela peluang akan ditutup dalam beberapa pekan. Tidak akan ada kesepakatan yang lebih baik dari apa yang sekarang ada di atas meja,” ujarnya.
Saat ditanya apakah Amerika Serikat setuju dengan pandangan Colonna, seorang pejabat senior AS menunjuk komentar penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan kepada wartawan pada Senin (11/7) yang mengatakan bahwa “kami (AS) belum menentukan tenggat waktunya”.
Pejabat senior AS, yang enggan disebutkan namanya itu, mengakui bahwa peluang untuk mencapai kesepakatan nuklir Iran semakin berkurang, dan dia mengatakan Washington belum mendengar sesuatu yang baru dari Teheran sejak pembicaraan tidak langsung di Doha.
“Setiap hari yang berlalu tanpa kesepakatan membuat kemungkinan untuk mencapai kesepakatan semakin kecil. Kami belum mendengar apa pun sejak (pembicaraan di) Doha yang seharusnya adalah suatu perubahan dari hasil pembicaraan Doha,” ujarnya.
Pekan lalu, utusan AS mengatakan Iran telah menambahkan tuntutan yang tidak terkait selama diskusi terbaru tidak langsung di Doha itu dan telah membuat kemajuan yang mengkhawatirkan dalam kegiatan pengayaan uranium.
Di bawah kesepakatan nuklir 2015, Iran harus membatasi program pengayaan uraniumnya, yang merupakan cara potensial untuk menuju pembuatan senjata nuklir, dengan imbalan pencabutan sanksi internasional. Namun, Teheran mengatakan kegiatan pengayaan uranium itu hanya bertujuan untuk penggunaan energi atom sipil.
Pada 2018, AS yang saat itu dipimpin Presiden Donald Trump mengabaikan kesepakatan nuklir 2015 itu dan menyebutnya terlalu lunak terhadap Iran. Trump menerapkan kembali sanksi keras AS terhadap Iran, yang mendorong Teheran untuk melanggar batas program nuklir dalam kesepakatan itu sekitar setahun kemudian.
Para pejabat negara Barat telah berulang kali mengatakan bahwa pembicaraan antara kekuatan dunia dan Iran hanya tinggal beberapa pekan untuk menyimpulkan kesepakatan. Menlu Prancis sebelumnya Jean-Yves Le Drian pada Februari pun telah mengatakan bahwa dihidupkan kembali atau tidaknya kesepakatan itu hanya tinggal menunggu sedikit waktu. (Ant/Antara)
Artikel ini bersumber dari www.viva.co.id.