TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK – Ketua Presidium Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Pontianak Endro Ronianus menilai surat yang dikeluarkan oleh Dirjen Bimas Katolik Kementerian Agama dengan Nomor: S. 1616/DJ V/Set.V/PP 00. 6/07/2022 dan Surat Nomor: S. 1617/DJ V/Set.V/PP 00. 6/07/2022 terkait pembekuan sekolah Katolik di Kalimantan Barat telah menimbulkan kegaduhan karena terkesan terburu-buru dan tanpa adanya komunikasi terlebih dahulu.
PMKRI Pontianak menegaskan surat tersebut merupakan bentuk sikap Dirjen Bimas Katolik yang inkonsisten dalam upaya mendukung masyarakat Katolik untuk berperan serta secara aktif dan dinamis dalam mencapai tujuan pembangunan bangsanya pada konteks pendidikan.
Menurut Endro, sanksi pembekuan dan pembatalan pemberian bantuan pendidikan kepada SMAK Thomas Tayan Hilir dan SMAK Santo Ignasius Loyota Ngabang menunjukkan inkonsistensi Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Katolik di bawah Kementerian Agama Republik Indonesia dalam mengambil keputusan.
PMKRI Cabang Pontianak menilai Dirjen Bimas Katolik Pusat telah bertidak inkonsisten dalam mengambil keputusan ini.
Dimana, menurut Endro, dalam surat peringatan Nomor: B- 779/DJ.V/Dt. V.II/PP.01.1/03/2022 point 2 Dirjen Bimas Katolik Pusat memberi kesempatan untuk memenuhi syarat jumlah peserta didik dalam waktu 3 tahun ke depan yaitu sampai dengan tahun 2025.
Baca juga: Dibuka Presiden Jokowi, PMKRI Selenggarakan Kongres Ke-32 di Samarinda
Namun pada surat Nomor: S. 1616/DJ V/Set.V/PP 00. 6/07/2022 dan Surat Nomor: S. 1617/DJ V/Set.V/PP 00. 6/07/2022 dimana SMAK Thomas Tayan Hilir dan SMAK Santo Ignasius Loyota Ngabang diberi sanksi pembekuan dan pembatalan pemberi bantuan pendidikan serta akan ditutup pada Desember 2022/2023 jika terus mengalami kemunduran.
“PMKRI Cabang Pontianak menganggap pembekuan dan pembatalan pemberi bantuan ini akan menjadi pembatasan ruang gerak SMA Katolik terkait untuk berkembang sehingga perlu dibatalkan,” ujar Endro ujar Endro dalam keterangan tertulisnya. Selasa, (26/7/2022).
Selain itu, lanjutnya, PMKRI Cabang Pontianak menilai surat Nomor: S. 1616/DJ V/Set.V/PP 00. 6/07/2022 dan Surat Nomor: S. 1617/DJ V/Set.V/PP 00. 6/07/2022 dalam memberikan sanksi terhadap SMA Katolik terkait terlalu terburu-buru sehingga perlu dievaluasi.
“PMKRI Cabang Pontianak merasa perlu adanya evaluasi terkait keputusan yang ambil oleh Dirjend Bimas Katolik Pusat terhadap sekolah SMA Katolik terkait. Karena, hingga saat ini masyarakat setempat masih memberi dukungan dengan adanya sekolah SMA Katolik yang ada terkait dengan cara menghibahkan tanah, kerja bakti dan bantuan dari perusahaan setempat untuk membantu menyiapkan tanah untuk pembangunan Asrama sekolah SMA Katolik,” jelas Endro.
Untuk itu, kata Endro, PMKRI Cabang Pontianak menolak proses pengangkatan secara Defenitif terhadap Plt Dirjen Bimas Katolik defenitif Albertus Magnus Adiyarto Sumardjono karena dianggap tidak bisa memenuhi keinginan masyarakat Katolik pada umumnya.
“Terbukti Selama kurun waktu kurang lebih 7 bulan menjabat sebagai Plt Dirjen Bimas Katolik, beliau telah menunjukkan ketidakpahaman mengenai Katolik dan sewenang-wenang membekukan sekolah Katolik tanpa komunikasi dengan para Uskup sebagai pemegang otoritas gereja di wilayah sekolah yang dibekukan,” tegas Endro.
Terkait dengan hal ini, PMKRI Cabang Pontianak meminta Presiden Jokowi untuk mengindahkan harapan umat katolik terhadap keberadaan Dirjen Bimas Katolik RI dan mengevaluasi kinerja Menteri Agama RI.
“Kami meminta Bapak Presiden untuk mengevaluasi Bimas Katolik dan Menteri Agama dalam proses pengangkatan Dirjen Bimas Katolik RI yang mana sampai saat ini tidak dilaksanakannya lelang jabatan Dirjen Bimas Katolik,” paparnya.
Dikatakan bahwa proses lelang jabatan ini tidak dilakukan sehingga dampaknya, kata dia, Bimas Katolik tidak diberi kesempatan untuk memperoleh calon Dirjen terbaik melalui proses seleksi atau lelang jabatan sesuai harapan umat Katolik.
Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.