Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo

TRIBUNNEWS.COM, LONDON – Inflasi Inggris diperkirakan bisa mencapai 15 persen pada awal tahun 2023 yang didorong oleh melonjaknya harga energi.

Menjelang keputusan terbaru terkait suku bunga oleh bank sentral Inggris, Bank of England (BoE), lembaga thinktank Resolution Foundation mengatakan, tekanan harga terhadap laju inflasi kemungkinan akan lebih kuat dan bertahan lebih lama dari perkiraan sebelumnya.

Dikutip dari The Guardian, kamis (4/8/2022) Komite Kebijakan Moneter memperkirakan inflasi akan mencapai puncaknya di atas 11 persen pada bulan Oktober.

Mereka menyatakan siap umenaikkan biaya pinjaman pada Kamis (4/8/2022) meskipun ada tanda-tanda bahwa ekonomi melemah.

Direktur ekonomi di S&P Global Market Intelligence, Tim Moore mengatakan bahwa pengurangan tingkat pengeluaran konsumen dan upaya bisnis untuk menahan pengeluaran karena meningkatnya inflasi, telah digabungkan untuk menekan permintaan di seluruh layanan ekonomi.

“Prospek jangka pendek juga terlihat lemah, karena pertumbuhan pesanan baru bertahan mendekati level terendah di bulan Juni dan optimisme bisnis adalah yang terlemah sejak Mei 2020.” kata Moore.

Baca juga: Inggris Masuk Jurang Resesi, Berpotensi Picu Stagflasi

Sementara itu, The Resolution Foundation menunjukkan kabar baik tentang inflasi, karena beberapa komoditas telah mengalami penurunan harga, salah satunya minyak. Namun, itu tidak berlaku untuk gas.

Karena itu, batas harga energi di Inggris yang awalnya di bawah 2.000 euro, diperkirakan naik menjadi 3.500 euro.

“Prospek inflasi sangat tidak pasti, sebagian besar didorong oleh harga gas yang tidak dapat diprediksi, tetapi perubahan selama beberapa bulan terakhir menunjukkan bahwa bank sentral Inggris memperkirakan puncak inflasi yang berpotensi mencapai 15 persen pada awal tahun 2023.” ungkap Jack Leslie, ekonom senior di Resolution Foundation.

Baca juga: Kenaikan Harga Pangan Dorong Inflasi Inggris Sebesar 9,1 Persen

Sementara itu, Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) mengatakan bahwa pemulihan pasca-pandemi yang kuat akan segera berakhir dan ekonomi akan menghadapi pertumbuhan yang lebih lambat yang diakibatkan oleh meningkatnya inflasi dan kekurangan tenaga kerja.

“Seperti ekonomi lain di seluruh dunia, saat ini ekonomi Inggris tengah menghadapi sejumlah tantangan, dengan tantangan struktural yang sudah ada sebelumnya, yang semakin diperparah oleh pandemi dan perang Rusia terhadap Ukraina.” kata Mathias Cormann, sekretaris jenderal OECD.


Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.