TRIBUNNEWS.COM – Kelompok Daun Gatal menggelar pameran bertajuk Homo: Jagad Owah Gingsir sejak 6 Juli 2022 di Bentara Budaya Yogyakarta.

Pameran ini berlangsung selama tujuh hari, hingga 13 Juli 2022.

Pameran Homo: Jagad Owah Gingsir merupakan event kedua sejak Daun Gatal didirikan pada 2018 lalu.

Berbagai karya tentang apa yang mereka maknai dari perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat mereka, akan ditampilkan dalam pameran ini.

Dunia adalah sebuah ruang yang dinamis dan terus bergerak, begitu juga segala makhluk yang menjadi bagian dari suatu kesatuan yang akbar itu.

Apa yang mungkin saja kita terima dan percayai sebagai konsep ideal di masa lalu, telah ditabrakkan dan didobrak oleh berbagai hasil pemikiran yang hadir sebagai pembacaan dari perubahan di masa kini.

Hal itulah yang coba didaraskan kelompok Daun Gatal secara visual dalam pameran Homo: Jagad Owah Gingsir.

Homo sejatinya tidak merujuk secara sempit kepada konsep evolusi Darwin yang kerap disandingkan dengan sebutan itu, tetapi menjangkau berbagai hal yang lebih luas yang terkandung dalam pengalaman manusia, baik secara kolektif maupun lebih individual.

Pada pameran ini Anda akan dibawa untuk menyelami kontemplasi perubahan iklim dan alam seperti yang hadir dalam karya Risao Pambudi, atau perubahan pola konsumsi manusia Indonesia dan berbagai efeknya yang secara tegas digambarkan oleh seniman Bang Toyib.

Seniman Phaksi Kharisma Dewa lebih berfokus pada sisa atau jejak dari perubahan di sekitarnya dengan menghadirkan sebuah instalasi yang berbahan dasar sampah plastik dari lingkungan sekitarnya.

Kelompok Daun Gatal didirikan pada tahun 2018 dan berisi seniman-seniman muda yang dahulunya merupakan lingkaran pertemanan pada Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta.

M. Fadhlil Abdi, Bank Toyib, Phaksi Kharisma Dewa, Dicki Thenoz, Andi Hanzal, Risao Pambudi, Dicky Takndare, Bayu Adi Wijaya, dan Chrisna Banyu sepakat membentuk kelompok ini sebagai sebuah wadah untuk merenungkan berbagai fenomena di sekitar mereka, dan mengonversinya menjadi bahasa-bahasa visual.

Daun Gatal sendiri diambil dari sebutan untuk sejenis daun yang umum digunakan di Indonesia sebagai obat penghilang pegal dan nyeri.

Laportea Aestuans, termasuk suku Urticaceae kemungkinan berasal dari daerah tropis di Afrika, namun saat ini telah tersebar luas di banyak tempat di dunia seperti benua Amerika, India, dan Indonesia.

Spirit daun yang disebut sebagai penghilang pegal ini dirasa sangat cocok dengan suasana yang terbangun secara internal dalam kelompok ini dimana tiap berkumpul mereka akan merasakan semua kepenatan mereka cair dan akan pulang dengan kesegaran baru.(*)


Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.