JawaPos.com-Sesaat setelah smes silangnya gagal dikembalikan dengan sempurna oleh Kodai Naraoka, Anthony Ginting langsung berteriak sambil membanting raketnya.
Ginting tertawa lebar sembari melihat ke arah pelatih tunggal putra Indonesia, Irwansyah. Ginting lantas berjalan santai, membungkuk, memegangi kedua lututnya sebentar, dan mengambil raket yang kepalanya sudah hancur tersebut.
Ginting kemudian menghampiri Naraoka. Dia bersalaman dengan pemain muda Jepang berusia 21 tahun tersebut. Ginting lalu berbalik. Sambil mengumbar senyum lebar, Ginting berjalan pelan mendekati Irwansyah.
Sesudah itu, Ginting memeluk Irwansyah dengan sangat erat. Irwansyah tidak cepat-cepat melepaskan pelukan tersebut. Seraya merangkul pundak Ginting, Irwansyah mengajak pemainnya tersebut untuk melambaikan tangan, melakukan gerakan memutar, sebagai sebuah simbol penghormatan kepada ribuan penonton di Singapore Indoor Stadium.
“Oh, soal banting raket itu saya kira adalah ekspresi kelegaan. Ginting sudah lepas dari semua tekanan,” ucap Irwansyah lantas tertawa saat dihubungi JawaPos.com.
“Ternyata dia bisa (juara). Saya berharap, masyarakat jangan salah paham. Dia hanya ingin menumpahkan segala beban.”
“Selama ini, Ginting merasa dari sekian banyak pemain, dia menjadi salah satu yang sering jadi bahan pembicaraan. Jika kalah, tentu ada banyak yang menghujat. Banting raket itu adalah bagian dari ekspresi dia,” imbuh Irwansyah.
Pada pertandingan final Singapore Open 2022, Minggu (17/7) itu, Ginting tidak mudah untuk mengalahkan Naraoka. Tunggal nomor 38 dunia itu bermain sangat ulet. Berlaga dalam tempo 53 menit, Ginting menang dalam straight game ketat dengan skor 23-21 dan 21-17.
Di game pertama, Ginting mematahkan dua game point dari Naraoka. Sedangkan di game kedua, Ginting melakukan kebangkitan impresif saat tertinggal 14-16.
Bagi Ginting, juara di Singapore Open 2022 ini adalah hal yang sangat penting. Ini adalah trofi BWF World Tour pertamanya dalam lebih dari dua tahun. Sebelum jadi kampiun di Singapura, Ginting kali terakhir naik ke podium tertinggi pada Indonesia Masters 2020. Final di Istora Senayan Jakarta tersebut berlangsung pada 19 Januari.
“Kemenangan ini pastinya menjadi salah satu momen terbaik bagi saya. Sebab, dalam beberapa bulan terakhir ini, performa dan hasil pertandingan saya kurang baik,” ucap Ginting dikutip dari siaran pers PP PBSI.
Ginting memang pantas menumpahkan semua emosinya di Singapore Indoor Stadium. Sebab, penampilannya, terutama setelah meraih perunggu Olimpiade Tokyo 2020 pada awal Agustus 2021, sangat menurun.
Ginting tumbang pada ronde pertama dalam tiga turnamen yakni Denmark Open, Indonesia Masters, dan Indonesia Open 2021. Hal itu masih ditambah dengan gagalnya Ginting bermain di Kejuaraan Dunia 2021. Saat itu, seluruh tim Indonesia mundur dari Kejuaraan Dunia di Huelva dengan alasan mulai maraknya varian omicron di Spanyol.
Pada awal 2022, kondisinya tidak juga membaik. Penampilan Ginting sering naik turun dan tidak konsisten. Dia karam pada babak kedua German Open. Lalu kalah dengan skor sangat telak 4-21 dan 9-21 dari Viktor Axelsen pada perempat final All England 2022.
Hasil-hasil negatif itu tidak hanya terjadi pada ajang individu. Pada Thomas Cup 2022, Ginting juga tidak bermain solid. Puncaknya, ketika dia tergelincir dan tunduk dalam rubber game melawan tunggal pertama India Lakshya Sen di partai final. Indonesia kalah dengan skor 0-3 dan gagal mempertahankan gelar Thomas Cup.
Pada Thomas Cup 2022, Ginting selalu kalah di fase grup. Total, dia mencatat rekor menang-kalah 2-4 dalam 6 pertandingan.
Tetapi pelan-pelan, pasca Thomas Cup 2022, penampilan Ginting terus menanjak. Pada Indonesia Masters, Indonesia Open, dan Malaysia Open, Ginting memang tak berhasil mencapai final.
Pada tiga turnamen tersebut, Ginting selalu dihentikan oleh lawan yang sama yakni pemain nomor satu dunia, Viktor Axelsen.
Meski kalah, performa Ginting terus menunjukkan tren naik. Terutama saat dia berhasil memaksa Axelsen bermain rubber game di Indonesia Open dan Malaysia Open.
Saat Axelsen memutuskan mundur dari Malaysia Masters, Ginting gagal memanfaatkan kesempatan. Dia dihentikan juniornya, Chico Aura Dwi Wardoyo pada perempat final. Chico yang bermain luar biasa, akhirnya bablas menjadi juara.
Itu adalah gelar pertama Chico di BWF World Tour. Chico mencatat sejarah penting bagi Indonesia. Dia menjadi orang Papua pertama yang berhasil menjadi juara pada ajang bergengsi bulu tangkis internasional.
Gagal di Malaysia, Ginting tidak lagi membuang kesempatan saat Axelsen kembali absen pada Singapore Open. Pemain kelahiran Cimahi itu bermain sangat luar biasa untuk menyingkirkan juara dunia 2021 dan andalan tuan rumah Loh Kean Yew pada semifinal. Ginting lalu mempertahankan momentum bagusnya untuk meraih gelar kesembilan dalam kariernya.
*
Menurut Irwansyah, kunci keberhasilan Ginting mengakhiri puasa gelar, terletak pada pikiran. “Walaupun latihannya bagus, mainnya bagus, semuanya seolah berjalan lancar, tetapi kalau pikirannya kacau ya susah juga,” ucap Irwansyah.
“Alhamdulillah Ginting mau berusaha keras untuk bisa bangkit. Ini adalah kerja bersama-sama dalam satu tim. Pemain, pelatih, PBSI, semuanya,” lanjutnya.
Irwansyah mengakui bahwa Ginting mengalami masa-masa penurunan sejak akhir tahun lalu. Dan ini menyerang pola pikiranya. Dampaknya, permainannya menjadi tidak ideal. Dia juga tidak mampu meraih hasil-hasil terbaik.
Masa-masa sulit seperti itu, bagi Irwansyah adalah hal yang normal bagi setiap atlet. Irwansyah mencontohkan apa yang terjadi pada mantan pemain nomor satu dunia asal Jepang, Kento Momota.
Dari yang awalnya luar biasa dominan, penampilan Momota terus menurun. Terutama pasca dia mengalami kecelakaan lalu lintas, pagi hari setelah Momota menjadi juara Malaysia Masters 2020.
“Menjadi atlet itu nggak segampang orang pikir. Mereka bukan hanya main, makan, latihan, dan istirahat. Contohnya Momota. Nggak gampang bagi dia untuk bangkit lagi,” ucap Irwansyah.
“Makanya, agar atlet bisa bangkit, butuh orang yang selalu mendukung. Membuat dia percaya kepada dirinya sendiri. Yang terus mendampingi. Yang berusaha keras untuk terus meyakinkan bahwa dia bisa.”
“Misalnya jadi orang seperti Ginting. Dia itu sudah kalah, tetapi juga dihujat. Ya kasihan juga. Dia kan nggak mau dengan kekalahan itu. Istilahnya sudah jatuh tetapi malah diinjek-injek. Bukan terus ditolong.”
“Ya nggak apa-apa sih. Kami tidak masalah dengan apapun pendapat orang. Kami harus terus positif. Alhamudlillah, Chico bisa juara dan Ginting juga bisa juara. Saya berusaha untuk terus tanamkan pikiran positif kepada mereka. Nggak boleh negatif,” tambah pelatih yang pernah berkarier di Republik Irlandia dan Inggris tersebut.
Saat mental Ginting berada di titik terendah, terutama setelah kekalahan-kekalahan menyakitkan pada babak-babak awal, Irwansyah tetap berusaha tenang dan berpikir jernih. Irwansyah selalu berusaha meyakinkan bahwa permainan Ginting sudah bagus.
Irwansyah menegaskan bahwa pujian kepada Ginting tersebut bukan sebuah kebohongan. Dia tidak mau berdusta kepada Ginting ataupun kepada dirinya sendiri. Sebab walau kalah, pada satu titik, permainan Ginting memang baik. Tetapi memang, kadang hasil akhirnya tidak sesuai dengan harapan.
“Saya mencoba untuk meng-encourage dan membesarkan hatinya. Pemain pasti kesel karena dia kalah. Tetapi pelatih tidak boleh ikutan kesel. Makanya saya berusaha untuk selalu merangkul. Itu cara saya. Mungkin pelatih lain berbeda. Tapi itu yang saya lakukan,” kata Irwansyah.
Saat-saat paling penting dalam mendampingi pemain, lanjut Irwansyah, adalah selepas kekalahan. Pelatih harus jernih melihat apa yang menjadi faktor utama kekalahan pemain.
Bisa saja pemain sedikit bingung karena angin di dalam arena yang tidak menentu. Bisa saja karena matanya silau akibat sorot lampu. Atau juga karena pengaruh dan dorongan udara yang dihasilkan oleh AC di dalam arena.
Faktor-faktor eksternal inilah yang membuat pemain menjadi ragu-ragu pada permainannya. Juga membuat pemain tegang dan berdampak pada buruk pada penampilannya.
Keinginan sangat menggebu dari pemain untuk menang juga bisa berimplikasi negatif. Pemain bisa kehilangan fokus. Ketenangannya lenyap. Lebih buruk lagi, taktik permainan yang sudah disiapkan dengan matang menjadi buyar.
“Makanya kami coba terus. Kalau kalah, ya coba lagi. Kami yakin, jika sudah bekerja keras, rezeki itu akan datang,” ucap Irwansyah.
“Dan kami memang bekerja keras. Pemain bekerja keras, bukan cuma duduk-duduk saja. Mereka sangat bersemangat dan disiplin. Kami tinggal tunggu waktu saja, kapan mereka bisa juara. Chico bisa, Ginting bisa, semoga seterusnya juga bisa,” tambah Irwansyah.
Bagi Irwansyah, menjadi pelatih adalah pekerjaan yang pelik. Dia harus berperan sebagai pelatih, teman, kakak, dan orang tua.
Apalagi, setelah kontrak pelatih kepala Hendri Saputra tidak diperpanjang awal tahun ini, Irwansyah praktis sendirian mengurus para tunggal putra utama di Pelatnas Cipayung.
Dalam standar Irwansyah, pelatih harus dekat dengan pemain. Namun juga tetap harus menjaga wibawa agar pemain respek dan tidak melampaui garis batas peran masing-masing.
“Kami ini yang mengurus mereka setiap hari. Orang tuanya saja tidak setiap hari bertemu mereka. Kami harus semaksimal mungkin membangun hubungan yang baik. Caranya macam-macam. Misalnya saat anak-anak mau datang ke rumah saya, makan-makan masakan istri saya. Kedekatan akan terbangun secara refleks dan alami,” ucap Irwansyah.
“Ketika mereka kalah dan down, pelatih jelas merasakan sedihnya mereka. Bukan hanya gembira ketika menangnya saja. Sebagai pelatih, kami harus memahami pemain, mendampingi mereka,” tambah Irwansyah.
Irwansyah menegaskan bahwa peran pelatih menjadi lebih luas. Jadi bukan sekadar menemani pemain saat berlatih atau bertanding. Misalnya saat Jonatan Christie positif Covid-19 ketika German Open 2022, Maret lalu.
Saat itu, Irwansyah merasa menjadi orang yang luar biasa galau.
Dia tahu Jonatan sangat down. Tetapi dia tidak ingin Jonatan tenggelam dalam keterpurukan yang berlarut-larut. Sebab, pasca German Open, Jonatan sudah menyipkan diri dengan sungguh-sungguh menuju All England yang berlangsung sepekan kemudian.
Untuk membantu agar Jonatan cepat negatif, Irwansyah melakukan apapun yang dia bisa. Dia nyaris setiap hari belanja di supermarket. Lalu merebus ayam, memotong wortel, kentang, sayuran lain, dan memasak makanan yang baik untuk Jonatan.
Setiap sarapan, Irwansyah selalu membungkus makanan terbaik yang disediakan hotel. Dia lalu naik dan mengantarkan makanan-makanan itu langsung di depan pintu kamar Jonatan.
“Jojo sampai tidak enak sendiri. Dia bilang saya tidak perlu melakukannya. Dia melarang saya dekat-dekat karena khawatir saya bisa tertular. Saya bilang, “Sudahlah Jo, yang penting kamu cepat sembuh. Ada Bang Irwan di sini.” Saya ingin menjaga dia. Ya kira-kira seperti ibu saya menjaga saya ketika saya sakit,” cerita Irwansyah.
Irwansyah menambahkan bahwa hal tersebut menjadi contoh bahwa semua aspek harus ditingkatkan. Bukan hanya kemampuan teknis saat latihan. Tetapi kenyamanan perasaan, positifnya pikiran, dan keberanian untuk melewati segala tantangan dalam pertandingan.
*
Dan dengan kemenangan Chico di Malaysia Masters dan Ginting di Singapore Open, Irwansyah semakin yakin untuk menatap Kejuaraan Dunia yang berlangsung di Tokyo, 22-28 Agustus mendatang.
Dalam pandangan Irwansyah, absennya Viktor Axelsen tidak menjadi variabel terpenting keberhasilan pemainnya menjadi juara di Malaysia dan Singapura. Tidak adanya Axelsen, bukan berarti menjadi garansi bahwa gelar juara lebih mudah diraih. Sebab, pemain-pemain lain juga memiliki kemampuan yang merata.
Tetapi Irwansyah mengakui bahwa sebagai tunggal putra nomor satu dunia, Axelsen adalah pemain yang sangat-sangat berbahaya.
“Makanya, PR kami sekarang adalah mencari cara untuk mengalahkan Axelsen. Saya yakin, pemain-pemain kita mampu untuk mengalahkannya. Mudah-mudahan nanti di Kejuaraan Dunia. Mudah-mudahan kami bisa mendapatkan kepercayaan diri yang lebih besar. Kami akan menyiapkan dan menghadapinya,” kata Irwansyah.
Tidak lupa, Irwansyah mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Indonesia atas dukungan dan doa yang sangat tulus kepada skuad tunggal putra nasional. Apalagi, sokongan, doa, dan ucapan-ucapan baik terus mengalir setelah Chico dan Ginting menjadi juara.
“Saya berharap, masyarakat Indonesia terus mendukung dan mendoakan agar anak-anak ini selalu sukses,” harap Irwansyah. “Dukungan dan doa masyarakat Indonesia sangat berarti dan penting bagi mereka,” imbuhnya.
Artikel ini bersumber dari www.jawapos.com.