Penembak Abe: Fantasist atau Pendendam yang Kesepian?

JawaPos.com – Tingkat kejahatan di Jepang tahun lalu terendah sejak Perang Dunia II. Dan, rekor itu pecah berturut-turut secara beruntun selama tujuh tahun.

Karena kepemilikan senjata diawasi sangat ketat, kejahatan bersenjata juga sangat langka di Negeri Matahari Terbit. Untuk bisa punya senjata di Jepang, seseorang tidak boleh memiliki catatan kriminal, harus menjalani latihan wajib, dan mengikuti evakuasi psikis. Dia juga harus melalui pengecekan berlapis oleh petugas berwenang yang juga bakal mewawancarai para tetangga orang yang bermaksud membeli senjata tersebut.

Pada 2014, hanya ada enam kejahatan bersenjata di Jepang. Bandingkan dengan Amerika Serikat, misalnya, pada tahun yang sama ada 33.599 kejahatan sejenis. Per tahun, rata-rata hanya terdapat 10 kejahatan yang terkait dengan senjata. Pada 2017, bahkan hanya ada tiga kasus.

Di negeri seaman itu, bisa dibayangkan keguncangan yang dialami warga di sana setelah mantan perdana menteri mereka, Shinzo Abe, ditembak dua kali di depan stasiun Kota Nara kemarin (8/7) pukul 11.30 waktu setempat. Abe yang memimpin Jepang pada 2006–2007 dan 2012–2020 sempat dirawat di rumah sakit selama sekitar empat jam. Pria 67 tahun itu dinyatakan meninggal pada pukul 17.03 waktu setempat.

Pelakunya adalah seorang mantan anggota Pasukan Bela Diri Maritim (semacam Angkatan Laut Jepang) Tetsuya Yamagami. Dia menembak Abe dengan senjata rakitan yang meninggalkan dua luka tembak di leher depan. Jarak antarluka tembak mencapai 5 sentimeter. Abe juga disebut mengalami gagal jantung akibat serangan itu.

”Serangan ini, yang terjadi di momen jelang pemilihan umum, fondasi demokrasi, benar-benar tak termaafkan,” kata PM Jepang Fumio Kishida dalam pernyataan resminya sebagaimana yang dikutip The Guardian.

Shinzo Abe. (AFP)

Abe berada di depan stasiun berkampanye untuk Kei Sato, kandidat dari partai penguasa Jepang, Liberal Demokrat, yang kembali mencalonkan diri dalam pemilihan Majelis Tinggi Jepang. Rencananya, pemilihan tersebut dihelat besok. Dan, Abe yang mundur dua tahun dari posisinya sebagai PM dengan alasan kesehatan tetaplah figur kuat dan populer di kalangan partai dan di mata publik.

Pertanyaan besarnya tentu, mengapa Abe dibunuh? Mengutip pengakuan Yamagami, polisi menyebut bahwa dia tidak puas dengan pemerintahan Abe. Pria 41 tahun itu juga mengaku sudah lama berniat membunuh PM terlama di Jepang tersebut.

Rupert Wingfield-Hayes, jurnalis BBC di Jepang, dalam kolomnya menulis, ada banyak kemungkinan motif Yamagami. Bisa jadi dia seorang fantasist: seseorang yang membunuh seseorang yang populer agar ikut populer.

”Atau, dia bagian dari tren kejahatan yang melibatkan pria kesepian yang memendam dendam kepada sesuatu atau seseorang,” tulis Hayes.

Pada 2019, misalnya, ada pria yang membakar studio animasi di Kyoto dan mengakibatkan 36 orang meninggal. Pelaku mengaku dendam pada studio itu karena ”mencuri pekerjaannya.”

Pria yang diduga sebagai penembak dibekuknya petugas. Belakangan diketahui dia bernama Tetsuya Yamagami. (AFP)

Sekitar 11 tahun sebelumnya, seorang pria menabrakkan truk ke kerumunan orang di Distrik Akihabara, Tokyo. Tujuh orang tewas dalam insiden yang diwarnai penusukan itu.

”Saya akan membunuh orang di Akihabara. Saya tak punya teman, tak dihiraukan karena saya jelek. Lebih rendah dari sampah,” tulis si pelaku dalam pesan daring yang diunggahnya sehari sebelum beraksi.


Artikel ini bersumber dari www.jawapos.com.