Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tengah mendalami dugaan kebocoran data pribadi pelanggan Indihome, PT Telkom Indonesia (Persero).

“Kementerian Kominfo juga akan segera melakukan pemanggilan terhadap manajemen Telkom untuk mendapatkan laporan dan langkah tindak lanjut Telkom terkait dengan dugaan insiden,” ujar Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Semuel A. Pangerapan, Senin (22/8/2022).

Semuel berujar Kominfo akan segera mengeluarkan rekomendasi teknis untuk peningkatan pelaksanaan pelindungan data pribadi Telkom. Pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Sebelumnya, beredar informasi di media sosial bahwa 26 jutaan data histori browsing pelanggan IndiHome bocor, termasuk diantaranya Kartu Tanda Penduduk (KTP), email, nomor ponsel, kata kunci, domain, platform, dan URL.

Senior Vice President Corporate Communication and Investor Relation, Telkom, Ahmad Reza menyatakan data IndiHome diduga bocor tidak valid.

“Saya pastikan data-data itu tidak betul. Lucu juga soalnya, Telkom itu tidak pernah memberikan email address untuk pelanggan Indihome. Kami saja di Telkom alamat emailnya @telkom.co.id, tidak pernah menggunakan Telkom.net,” ujar Reza saat dikonfirmasi Tribunnews, Minggu (21/8/2022).

Baca juga: Telkom Bantah Kabar Bocornya 26 Juta Data Pengguna IndiHome

Reza memastikan, Telkom terus melakukan pengecekan dan investigasi mengenai keabsahan informasi data-data tersebut.

“Temuan awal data itu tidak valid. Di internal Telkom sendiri, data-data pelanggan sulit diakses mengingat ada beragam protocol dan enkripsi dan firewall yang berlapis,” kata Reza.

Reza menjabarkan, saat ini jumlah pelanggan Indihome ada 8 juta pelanggan, sedangkan data browsing history yang diklaim hackers tersebut 26 juta data history.

Baca juga: Dugaan Data Bocor, Masyarakat Diminta Uninstall e-HAC Versi Lama dan Unduh PeduliLindungi

“Saya yakin data browsing history itu bukan berasal dari internal Telkom. Ada kemungkinan data-data history browsing dihack karena mengakses situs-situs terlarang,” kata Reza.

Reza mengimbau agar pengguna internet bijak menggunakan akses internet dan waspada terhadap situs-situs terlarang karena bisa saja mengandung malware.

“Keanehan lainnya data yang menjadi sample adalah data browsing history tahun 2018. Apakah itu valid? Kok saya meragukan sekali,” tutur Reza.


Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.