TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menunda pemberlakuan tarif baru sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 564 Tahun 2022 Tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Keputusan penundaan kenaikan tarif ojol atau ojek online tersebut mempertimbangkan berbagai situasi dan kondisi yang berkembang di masyarakat.
Semestinya tarif baru ojek online akan mulai diterapkan pada Senin(29/8/2022). Namun melihat situasi dan kondisi di masyarakat tidak memungkinkan maka kebijakan itu ditunda.
“Selain itu, penundaan itu dibutuhkan untuk mendapatkan lebih banyak masukan dari para pemangku kepentingan, sekaligus melakukan kajian ulang agar didapat hasil yang terbaik,” ujar Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati dalam keterangannya, Minggu (28/8/2022).
Baca juga: Bebani Konsumen, Kemenhub Disarankan Tinjau Ulang Kenaikan Tarif Ojol
Menurut Adita, Kementerian Perhubungan masih terus berkoordinasi, dan menjaring masukan dari para pemangku kepentingan, termasuk pakar transportasi mengenai tariff ojek online ini.
“Kemenhub juga akan segera menyampaikan ke masyarakat jika telah diambil keputusan terkait rencana kenaikan tarif ojol ini,” pungkasnya.
Analis Kebijakan Transportasi dan Ketua Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) Azas Tigor Nainggolan melihat, keputusan Kementerian Perhubungan melakukan penyesuaian tarif ojol sebetulnya tidak menguntungkan karena kenaikan tarif itu begitu besar.
“Dilihat dari kenaikan, per kilo itu naiknya Rp1.000, kalau begini akan terjadi penurunan permintaan dari masyarakat, tidak menguntungkan ojek online,” katanya.
Menurutnya, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 564/2022 Tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat, sudah seharusnya agar ditinjau ulang.
Sejumlah pihak, juga meminta kenaikan tidak melebih inflasi sehingga tidak memberatkan konsumen. Apalagi, daya beli konsumen belum pulih sepenuhnya.
Ekonom Indef Nailul Huda menyampaikan, bentuk industri dari transportasi online, termasuk ojek online adalah multisided-market. Dimana hal ini, ada banyak jenis konsumen yang dilayani oleh sebuah platform.
Baca juga: Kisah Driver Ojol Selamatkan Bocah Korban Jembatan Ambruk di Petojo: Sempat Mikir HP Buat Orderan
Bukan hanya dari sisi mitra driver saja, namun juga dari sisi konsumen akhir atau penumpang dan pelaku UMKM (mitra penjual makanan-minuman).
“Perubahan cost dari sisi mitra driver akan mempengaruhi perubahan di sisi konsumen penumpang dan pelaku UMKM. Dari sisi konsumen penumpang sudah pasti ada penurunan permintaan, sesuai hukum ekonomi. Jika permintaan industri bersifat elastis, sudah pasti mitra driver yang akan rugi karena secara total pendapatan akan menurun,” paparnya.
“Maka hal ini kontradiktif dengan kesejahteraan mitra driver yang ingin dicapai dengan adanya perubahan ini,” ucap Nailul.(Tribun Network/van/wly)
Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.