wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 periode adalah suatu tindakan yang tidak menghormati Komisi Pemilihan Umum (KPU)

JAKARTA, JITUNEWS.COM- SIAGA 98 menyoroti wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 periode yang kembali mencuat di tengah-tengah tahapan Pemilu 2024 sedang dimulai.

Koordinator Siaga 98, Hasanuddin menyebut wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 periode adalah suatu tindakan yang tidak menghormati Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang telah memasuki tahap pendaftaran dan verifikasi partai politik.

Dia menegaskan bahwa wacana perpanjangan masa presiden ini juga
telah mengarah  pada situasi yang anarkis.

Merasa Dirugikan, Anggota KPU RI Gugat DKPP Ke Mahkamah Konstitusi

“Sebagai Negara Hukum dan Demokrasi, kebebasan berwacana terikat pada prinsip hukum, mengabaikan prinsip ini, kebebasan menjadi suatu tindakan anarki,” ujar Hasanuddin di Jakarta, Selasa (30/8/2022).

Selain itu, wacana ini juga berpotensi menimbulkan ketidakpastian dan instabilitas politik dalam pergantian kekuasaan yang sudah diatur hukum positive dan prosesnya saat ini sedang dijalankan KPU.

Menurutnya pergantian kekuasaan ini bukanlah kehendak pemerintahan yang  berkuasa atau sekelompok orang dan elit  tertentu, melainkan kehendak bernegara.

Sebab itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkewajiban dan tunduk pada aturan dan wajar jika presid berangggapan wacana ini akan menjerumuskannya. Namun, kalimat Presiden Jokowi Taat Konstitusi, diikuti oleh kalimat kehendak rakyat. Kalimat terakhir inilah yang menyebabkan pesan taat konstitusinya menjadi absurd dan bersayap.

“Pertemuan Presiden dengan Massa yang digalang saat ini, ditafsirkan sebagai upaya mempertontontan adanya kehendak rakyat itu. Tidak hanya itu saja, mobilisasi massa ini, juga membicarakan dukungan Capres 2024, meskipun menyebutkan ‘Ojo Kesusu’ berkali-kali. Namun, penggalangan massa dilakukan terus-menerus, sistematis dan terstruktur,” tuturnya.

Hasanuddin menilai campur tangan presiden inilah yang berpotensi mengintervensi hak dan kewenangan Parpol dalam menentukan bakal Capres 2024.

“Tidak hanya itu, juga berpotensi intervensi dalam Pemilu 2024. Intervensi ini akan menimbulkan masalah kelak dikemudian hari, sebab presiden harus netral dalam penyelenggaraan pemilu. Kami meminta hal ini dihentikan,” tukasnya.

Tak Setuju E-Voting Pemilu, KPU: Nanti Bisa Dicurigai Proses Rekapitulasinya


Artikel ini bersumber dari www.jitunews.com.