TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memperkirakan, jika harga Pertalite dinaikkan hal tersebut akan membuat penjualan peritel turun, karena turunnya daya beli masyarakat,

Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey berpendapat, naiknya harga Pertalite akan berimbas pada menurunnya minat konsumsi masyarakat.

“Jika terdapat kenaikan harga BBM khususnya Pertalite, maka minat konsumsi bakal berkurang. Masyarakat akan menahan belanja atau menunda konsumsi, ditambah lagi adanya inflasi,” kata Roy kepada Kontan.co.id, Senin (15/8/2022).

Saat ini konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi paling tinggi terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia mencapai lebih dari 50 persen.

Karena itu, Roy mengatakan ada 3 poin penting yang mesti diperhatikan sebelum pemerintah menaikkan harga jual BBM terkhusus Pertalite.

Pertama, Aprindo berharap besar pemerintah dapat mengambil kebijakan yang tepat dengan melakukan mitigasi untuk menciptakan masyarakat yang mampu secara daya beli sebelum mengerek harga jual BBM. Hal ini dapat dimulai dengan pembukaan lapangan kerja seluas-luasnya, sehingga menghindari ketidakmampuan masyarakat.

Baca juga: Sinyal Harga Pertalite Akan Naik Makin Kuat, Kuota Kian Tipis

Kedua, program substitusi dari konsumsi masyarakat juga harus mulai digalakkan. Sebab, kondisi ini membuat ketergantungan bagi suatu bahan pokok seperti gandum yang harganya melambung sejak inflasi. Dengan adanya substitusi, maka konsumsi dapat terus terjaga.

Ketiga, naiknya harga BBM harus memberikan kompensasi yang berkelanjutan misalnya seperti bantuan langsung tunai, bantuan keluarga harapan, ataupun dana desa. Hal ini agar menjaga daya beli masyarakat Indonesia yang lebih dari separuh merupakan kelas menengah ke bawah.

Baca juga: Cegah Kuota BBM Subsidi Jebol, Ekonom Usul Selisih Harga Pertamax dan Pertalite Maksimal Rp 1.500

Roy bilang, meskipun inflasi ini terjadi secara global namun kemampuan dari setiap negara tidak dapat disamaratakan. Indonesia sendiri yang memiliki sumber daya unggulan seperti CPO (Crude Palm Oil) ataupun Batubara mestinya bisa menutupi kekurangan-kekurangan di sektor lainnya, sehingga tidak harus menaikkan harga jual BBM.

Namun jika akhirnya pemerintah tidak dapat menahan tekanan inflasi sehingga harus menaikkan harga jual BBM jenis Pertalite, dengan secara terpaksa industri ritel bakal menaikkan harga jual.

Baca juga: Konsumsi Pertalite Sudah Hampir Tembus 17 Juta KL dari Total Kuota 23 KL, Apa Kata Pertamina?

Roy menjelaskan, kenaikan BBM ini sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan kelangsungan ritel. Namun dari sektor hulu atau pengusaha yang melakukan penyesuaian harga jual bakal mengerek harga di ritel.

Adapun ongkos produksi ritel dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja, listrik dan perpajakan.

Laporan Reporter: Akmalal Hamdhi | Sumber: Kontan


Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.