TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) berharap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih tetap kuat untuk memberikan subsidi harga BBM (bahan bakar minyak) di tengah tren melambungnya harga minyak mentah di pasar dunia saat ini.
“Ini kita masih kuat dan kita berdoa supaya APBN masih tetap kuat memberi subsidi. Kalau sudah tidak kuat, mau gimana lagi? iya kan? kalau BBM naik ada yang setuju?,” ujar Presiden Jokowi di acara Puncak Peringatan Hari Keluarga Nasional ke 29, dikutip dari Youtube Sekretariat Presiden, Kamis, 7 Juli 2022.
Jokowi menjelaskan, masyarakat pasti tidak setuju jika harga Pertalite dinaikkan. Kendati demikian, jokowi mengingatkan bahwa Indonesia merupakan negara net importir.
Artinya, masih ada jumlah impor BBM yang cukup besar oleh negara guna memenuhi kebutuhan nasional.
“Artinya kalau harga di luar naik kita juga harus membayar lebih banyak, supaya kita semua mengerti masalah ini,” ujarnya.
Menurut Jokowi, situasi serupa bahkan juga terjadi untuk komoditas gas. Harga internasional disebut telah naik hingga 5 kali lipat. Sementara itu, Indonesia juga masih mengimpor gas dalam jumlah yang tidak sedikit.
Dia mengatakan, saat ini tekanan pada harga minyak kian tinggi. Selain efek pandemi covid-19, perang Rusia-Ukraina dinilai turut memberi andil.
Baca juga: Jokowi: Kita Masih Tahan untuk tidak Menaikan Harga BBM Pertalite
“Hati-hati mengenai perang di Ukraina karena ini menyangkut, pangan dan energi, yang akan mempengaruhi semua negara di dunia, hati-hati,” katanya.
Jokowi menjelaskan, perang Rusia dan Ukraina membuat harga minyak mentah dunia naik.
Kenaikannya bahkan mencapai dua kali lipat. Sebelumnya, harga minyak dunia ada di level US$ 60 per barel, kini harganya di kisaran US$ 110 hingga US$ 120 per barel.
Baca juga: Mobil dengan Mesin 1.500 CC ke Bawah Masih Boleh Beli Pertalite
Di tengah kondisi ini, Pemerintah Indonesia memutuskan tetap menahan harga jual Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite. Padahal, negara lain telah menjual BBM di level Rp 20 ribu hingga Rp 31 ribu per liter.
Harga jual ini dinilai berbeda dengan Indonesia yang masih ada di level Rp 7.650 per liter. Presiden mengatakan, hal ini masih dimungkinkan karena pemerintah masih memberikan subsidi untuk Pertalite dengan APBN.
Laporan Reporter: Filemon Agung | Sumber: Kontan
Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.