TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Akhlak Award BUMN secara periodik setiap tahun diselenggarakan oleh sebuah lembaga konsultan yang independen.
Dengan menggunakan metode pemetaan dan pengukuran Akhlak Culture Health Index, Akhlak Award BUMN berkomitmen dalam keterbukaan perusahaan pelat merah.
Founder ESQ Group, Ary Ginanjar Agustian mengapresiasi atas keterbukaan BUMN untuk diukur oleh pihak luar yang independen.
“Jadi mengapa ini penting? karena kita tidak bisa mengukur diri kita sendiri yang bisa berpotensi subjektif bahkan Akhlak Award ini dipaparkan di depan Wakil Presiden, di depan Ketua MPR dan KPK. Dan ini perlu kita berikan apresiasi keberanian dan keterbukaannya,” ujar Ary seperti dari Kontan.co.id, Rabu (6/7/2022).
Baca juga: Konsisten Terapkan Core Value BUMN, KBI Sabet 5 Akhlak Award 2022
Pada ajang Akhlak Award BUMN 2022 yang merupakan penilaian tolok ukur satu tahun implementasi Akhlak sebagai Core Values seluruh BUMN di seluruh Indonesia ini, Ary juga memberikan pujian terhadap kinerja BUMN yang semakin memberikan raihan positifnya.
“Saya memberikan apresiasi atas kinerja BUMN yang terus meningkat sehingga mampu memberikan kontribusi bagi negara. Bahkan jarang terjadi, pendapatan BUMN juga meningkat 10 kali lipat dari Rp 13 triliun menjadi Rp 126 triliun,” ungkapnya.
“Penerapan AKHLAK juga terlihat dalam profesionalisme, transparansi serta keterbukaan BUMN dalam transformasi human capital serta komitmen untuk memberantas korupsi,” lanjut Ary.
Tokoh pembangunan karakter ini juga mengatakan bahwa semua yang berpartisipasi dalam Akhlak Award ini sesungguhnya adalah berjiwa pemenang bahkan sudah jadi juara karena bersedia diberikan penilaian lembaga independen dalam hal ini oleh ESQ Grup.
“Karena tidak semua BUMN siap dan bersedia untuk diberikan penilaian oleh pihak independen seperti kami. Oleh karena itu selamat kepada 141 BUMN dan anak perusahaan BUMN yang menunjukkan sikap transparan yang patut kita berikan acungan jempol, tidak takut untuk diperiksa dan diperlihatkan,” lugasnya.
Menurutnya, apresiasi diberikan bukan semata-mata dari hasil pengukuran namun juga mempertimbangkan komitmen para pimpinan atau direksi dan juga program-program budaya yang telah dilakukan. Metode pengukuran ini juga dilakukan untuk memetakan kementerian dan lembaga lainnya sehingga Indonesia menggunakan satu penggaris yang sama.
Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.