Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kemenag Tarmizi Tohor mengimbau para pengurus BAZNAS dan LAZ untuk menghindari perilaku hedonisme yang dapat menyakiti hati umat Islam.

Menurut Tarmizi, perilaku hedonisme pengelola lembaga zakat menimbulkan persepsi buruk di tengah masyarakat.

“Seperti menunjukkan hidup yang bermewah-mewahan karena akan menimbulkan persepsi buruk dari publik,” ujar Tarmizi melalui keterangan tertulis, Selasa (5/7/2022).

Tarmizi menjelaskan, Kementerian Agama hanya mempunyai kewenangan tentang izin operasional terhadap lembaga pengelola dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS) atas dasar surat rekomendasi dari BAZNAS.

Sementara pihak yang memiliki kewenangan terhadap lembaga zakat adalah Kementerian Sosial.

Baca juga: Densus 88 Dalami Temuan PPATK Soal Dugaan Aliran Dana dari Lembaga Amal ACT ke Kegiatan Terorisme

“Sementara dalam kasus lembaga ACT yang saat ini jadi sorotan publik, adalah wewenang dari Kementerian Sosial yang mengeluarkan izin mereka,” jelas Tarmizi.

Tarmizi menambahkan, Kemenag terus berupaya untuk memberikan jaminan keamanan terhadap pengelolaan dana ZIS yang dilakukan BAZNAS dan LAZ melalui audit kepatuhan syariah.

“Hal ini dilakukan agar jangan ada lagi penyelewengan dana ZIS yang telah dipercayakan oleh umat kepada lembaga pengelola zakat,” kata Tarmizi.

Baca juga: Petinggi ACT Terbelit Kasus Lain Terkait Dugaan Penipuan, Polisi Klarifikasi Beberapa Pihak

Sebagai informasi, berdasarkan kabar yang beredar dana kemanusian yang dihimpun ACT diduga digunakan untuk memfasilitasi kehidupan mewah para petinggi lembaga kemanusiaan tersebut.

Berdasarkan laporan majalah Tempo, diduga saat Ahyudin menjadi petinggi ACT dia mendapatkan gaji sebesar Rp250 juta per bulan.

Baca juga: ACT Potong 13,7 Persen Donasi untuk Operasional, Petingginya Ternyata Sempat Dapat Gaji Rp 250 Juta

Kemudian posisi di bawahnya seperti senior vice president menerima gaji Rp 200 juta per bulan, vice president Rp 80 juta per bulan, dan direktur eksekutif Rp 50 juta per bulan.

Masih menurut laporan majalah Tempo, Ahyudin saat menjabat sebagai petinggi difasilitasi tiga kendaraan mewah, seperti Toyota Alphard, Misubishi Pajero Sport, dan Honda CVR.

Majalah Tempo juga menemukan dugaan dana ACT yang digunakan untuk kepentingan pribadi Ahyudin untuk keperluan rumah.


Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.