Sudah dua tahun Ahmad Azhar, 23 tahun, dan adiknya Taufik Irawan, 8 tahun, menjalani profesi sebagai manusia silver. Namun, keduanya tak berhenti menempuh pendidikan. Justru berkat menyambi menjadi manusia silver telah membantu mereka untuk tetap melanjutkan jenjang pendidikannya.

Takzia Royyan, Jakarta

Ahmad Azhar atau yang nama jalanannya biasa dipanggil Boheng itu kini tengah kuliah di Universitas Pamulang. Mengambil jurusan Sastra Indonesia, Boheng ingin mengembangkan bakatnya dalam menciptakan lagu.

“Tapi yang pertama kita cari yang gak ada matematikanya nih,” ujarnya sambil mengenang keputusannya saat pertama mengambil keputusan untuk melanjutkan kuliah, Rabu (20/7).

Ahmad Azhar, 23, bersama adiknya Taufik Irawan, 8, saat berkeliling ngamen menjadi manusia Silver di kawasan Jakarta. Foto: Dery Ridwansah/ JawaPos.com

Sedari awal Boheng memang sudah berpikir untuk berpendidikan setinggi mungkin. Ia tidak malu meski cara untuk mencapainya harus dengan menjadi manusia silver. “Nggak malu saya yang penting halal,” tegasnya.

Ia mengaku teman-temannya se-kampus pun sudah mengetahui pekerjaannya sehari-hari di luar kuliah. Namun, teman-temannya justru memberi respons positif dan tidak menyangka ia seberjuang itu untuk tetap kuliah.

“Ya, yang tanggapannya negatif juga ada aja, sih. Tapi yang kayak gitu mah nggak usah dipikirin,” katanya enteng. Ia mengatakan itu sambil memamerkan deretan giginya yang kontras dengan warna kulitnya yang berwarna silver.

Waktu 24 jam bagi Boheng terasa terlalu sebentar. Ia harus membagi waktunya menjadi manusia silver dan juga kuliah sambil belajar. Untungnya, mahasiswa semester lima itu mengambil waktu kuliah malam. Jadi, sejak siang ia sudah bisa menjadi manusia silver.

“Pagi kita nyambi, malam kita kuliah. Otak muter, dah biar dapat duit. Istirahat paling jam empat pulang, jam enam kuliah. Baru pulangnya langsung istirahat,” jelasnya.

12 kilometer adalah jarak yang perlu ditempuh Boheng dari rumahnya menuju kampusnya di Universitas Pamulang. Ia biasa berangkat ke kampus menggunakan motor yang dibelinya dari modal yang diberi ibunya.

Penghasilan lelaki yang sudah dua tahun menjadi manusia silver ini tidak menentu. Rerata ia mendapatkan pendapatan Rp 100 sampai 125 ribu. “Paling gede bisa nyampe Rp 200 ribu,” jelasnya.

Boheng mengaku, semua uang yang dia dapat dipakai untuk kebutuhan hidupnya sendiri. Selain itu, dengan penghasilannya juga ia membayar uang kuliah dan buku-buku penunjang yang perlu dibelinya. “Nggak mau ngerepotin orang tua saya,” katanya.

Uang hasil menjadi manusia silver digunakannya untuk membayar biaya kuliah sebesar Rp 2,9 juta per semester. Selain itu, uang itu juga digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

Ikuti Jejak Kakak

Ahmad Azhar, 23, bersama adiknya Taufik Irawan, 8, melumuri seluruh badannya mengunakan cat sebelum menjadi manusia silver. Foto: Dery Ridwansah/ JawaPos.com

Tubuh tambunnya terlihat jelas saat menjadi manusia silver. Taufik berjalan sambil bertelanjang dada dan hanya memakai kolor. Ia mengitari satu tempat ke tempat yang lain bersama kakaknya, Ahmad Azhar.

Saat berangkat dari rumahnya di jalan Haji Leman, Pasanggrahan, Jakarta Selatan, terlihat beberapa temannya tertawa melihat badan Taufik yang berlumuran cat silver. Beberapa orang tua bersama anaknya yang ketakutan melihat Taufik bahkan sengaja mendekatkan anaknya kepada Taufik.

Ekspresi anak kelas 3 SD itu biasa saja saat diperlakukan begitu. Ia bahkan malah membalas bersikap seolah menakut-nakuti anak-anak yang disodorkan hingga menangis. “Udah tahu mereka. Jadi biasa aja,” jawab anak yang biasa dipanggi Opik itu saat ditanya perasaannya diperlakukan seperti itu.

Opik terlihat tak ambil pusing dengan tanggapan orang-orang di sekitarnya. Ia tetap mendatangi rumah per rumah. Tubuh gempalnya terlihat lucu dan membuat beberapa orang dengan mudah memberikan uang untuknya meski tak seberapa. “Mau bantu-bantu abang aja,” jawab Opik saat ditanya alasan jadi manusia silver.

Ahmad Azhar, 23, bersama adiknya Taufik Irawan, 8, saat berkeliling ngamen menjadi manusia Silver di kawasan Jakarta. Foto: Dery Ridwansah/ JawaPos.com

Anak yang bersekolah di SDN 17 Pagi Kebayoran Lama itu mengaku tak setiap hari mengikuti kakaknya menjadi manusia silver. “Kadang-kadang aja,” ujarnya.

Tidak seperti halnya Boheng yang sudah dapat mengelola uang sendiri, pendapatan dirinya dari hasil yang sudah dibagi dua antara Boheng dan dirinya diberikan full kepada ibunya. Ia tidak pernah menilepnya sedikit pun. “Kalau mau jajan, ya, tinggal minta,” jawabnya.

Jika Boheng menghindari mata pelajaran Matematika saat menentukan jurusan kuliah, Opik justru sangat menyukai pelajaran Matematika. “Sama pelajaran agama,” katanya.

Opik biasa mangkal dengan kakaknya kalau kebetulan kakaknya berangkat menjadi manusia silver di waktu-waktu menuju sore. “Pulang sekolah jam dua siang soalnya,” ujarnya.

Dia mengaku bahagia bisa membantu kakak dan kedua orang tuanya. Karena keseharian keluarga memang dikenal merupakan keluarga tidak mampu. “Uangnya buat kasih ibu juga, karena sehari-hari ibu di rumah saja, sedangkan bapak sopir rental,” pungkasnya.


Artikel ini bersumber dari www.jawapos.com.