TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi menyoroti institusi Polri di bawah kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Menurut Hendardi, secara umum, dalam 2 tahun kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menebar harapan baru dalam upaya reformasi kultural di internal Polri.

“Upaya-upaya tersebut tentu menjadi pelengkap atas berbagai upaya reformasi struktural dan institusional yang telah dilakukan Kapolri sebelumnya,” kata Hendardi dalam keterangan yang diterima, Jumat (1/7/2022).

Lanjut dia, berbagai macam bentuk pendekatan kultural yang dilakukan Kapolri saat ini terlihat melalui lomba-lomba untuk masyarakat luas mengenai kritikan terhadap Polri dan orasi, serta program Hoegeng Awards 2022 bagi anggota Polri yang dianggap memiliki jiwa keteladan seperti Polisi Hoegeng.

Pemberian Awards ini tentu bukan sekadar dalam rangka HUT Bhayangkara, tetapi keteladanan polisi Hoegeng menjadi ‘buku panduan’ bagi polisi-polisi pada masa kini.

Baca juga: Bertepatan dengan Hari Bhayangkara, Seribu Lebih Personel Polda Metro Jaya Naik Pangkat

“Hoegeng Award adalah kitab dan pedoman yang harus diteladani untuk mendukung Polri yang lebih profesional dan presisi. Agenda-agenda semacam ini menjadi instrumen pengingat bagi anggota Polri untuk terus menerus melakukan perbaikan dalam melayani masyarakat,” katanya.

Menurut dia, agenda-agenda demikian menjadi inovasi dan keberanian kepemimpinan Jenderal Sigit.

Sebab pertama dan utama dalam agenda tersebut adalah nilai dan prinsip untuk menerima kritik dan koreksi dari masyarakat luas.

Baca juga: Selamat HUT Bhayangkara 2022, Berikut Profil Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo

“Kapolri Sigit jelas membuka ruang tersebut. Poin ini tentu menjadi penting karena itu berarti Polri terbuka untuk dikritik dan menerima evaluasi. Tetapi tentu dalam menjawab kritikan harus dilakukan seprofessional dan objektif mungkin,” ujarnya.

Terkait dengan Program Presisi Kapolri, Hendardi mengatakan hal tersebut tentu menjadi alat ukur kinerja dan obsesi Polri dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

Tantangan konsep Presisi adalah memberikan pemahaman kepada seluruh anggota secara sama dan menetapkan indikator-indikator yang lebih terukur.

“Hal terpenting lainnya juga evaluasi berjenjang dan reguler yang memeriksa kinerja Presisi di luar instrumen-instrumen pengawasan internal,” katanya.

Baca juga: Hari Bhayangkara 2022, Luhut hingga Mahfud MD Sampaikan Selamat HUT ke-76 Bhayangkara Polri

Lanjut dia, dalam banyak hal, konsep Presisi ini telah banyak dilaksanakan.

Tetapi isu-isu yang lain, terutama yang berhubungan dengan kekuasaan, korporasi, dan investasi, masyarakat belum merasakannya dengan maksimal.

“Polri perlu menyusun standar penyikapan, pelayanan ketika ada persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kekuasaan, korporasi, dan investasi, baik ditingkat lokal maupun pusat,” katanya.

Terlebih, menurutnya, di era sekarang investasi sangat gencar, tetapi institusi negara tidak menyediakan mekanisme yang fair, dalam arti arus dan ruang investasi yang begitu luas, tetapi ruang komplain minim.

“Ini tentu tidak baik dalam memberikan keadilan bagi publik jika terjadi kasus-kasus terkait,” ucapnya. (*)


Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.