TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) memilih tetap mempertahankan level suku bunga acuan yang selama ini berlaku di level 3,5 persen meski banyak kalangan termasuk ekonom dan analis mendesakkan agar segera mengerek suku bunga demi meredam inflasi.

Keputusan mempertahankan level suku bunga acuan di 3,5 persen tersebut diputuskan melalui Rapat Dewan Gubernur BI Juli 2022.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, keputusan BI mempertahankan level suku bunga pada bulan ini mengacu pada hasil asesmen dan proyeksi inflasi ke depan serta pertimbangan pertumbuhan ekonomi.

“Ini yang kami lakukan. Kami melihat kondisi inflasi, lebih tepatnya inflasi inti yang mencerminkan keseimbangan permintaan dan penawaran dalam ekonomi nasional, serta kondisi pertumbuhan ekonomi yang masih berjalan,” ujar Perry Warjiyo membacakan hasil keputusan Rapat Dewan Gubernur BI Juli 2022, Kamis (21/7/2022).

Perry Warjiyo menjelaskan, inflasi inti pada bulan Juni 2022 tercatat 2,63 persen yoy, atau masih berada dalam kisaran sasaran BI yang sebesar 2 % yoy hingga 4 % yoy.

Baca juga: Bank Indonesia Pertahankan Suku Bunga Acuan 3,5 Persen

Meski, memang inflasi indeks harga konsumen (IHK) sudah meningkat ke 4,35 % yoy.

Perry menilai inflasi inti ini masih rendah, karena peningkatan permintaan masyarakat masih terpenuhi dengan kapasitas produksi nasional.

Itu sebabnya, Bank Indonesia tetap menganggap tekanan inflasi dari fundamental masih terkelola.

Baca juga: Analis: Jika BI Tak Naikkan Suku Bunga Acuan, Rupiah Bakal Kembali ke Level Rp 15.000

Untuk diketahui, suku bunga acuan yang ditetapkan Bank Indonesia ini berada di level terendahnya selama 18 bulan berturut-turut.

Padahal, negara-negara di dunia kini mulai mengerek suku bunga acuannya, termasuk Amerika Serikat (AS) yang bahkan makin ngegas dalam menaikkan suku bunga kebijakan karena hantu inflasi yang bergentayangan.

Dari sisi pertumbuhan ekonomi, Perry Warjiyo masih meyakini pertumbuhan ekonomi pada tahun ini berada di kisaran 4,5 persen yoy hingga 5,3 persen yoy.

Kondisi pertumbuhan ekonomi ini ditopang oleh kinerja ekspor, konsumsi rumah tangga, dan juga pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi.

Meski demikian, dia mengingatkan adanya risiko yang membayang perekonomian, seperti peningkatan inflasi IHK dari harga pangan dan energi yang tidak disubsidi oleh pemerintah, serta potensi pelemahan ekspor karena menurunnya permintaan dari dalam negeri.

Laporan Reporter: Bidara Pink | Sumber: Kontan


Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.