TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J menanggapi soal laporan dari istri eks Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo terkait pelecehan.

Diketahui, status kasus pelecehan tersebut kini sudah dinaikan dari penyelidikan menjadi penyidikan.

Artinya, polisi menemukan unsur pidana dalam laporan tersebut.

Kuasa hukum keluarga, Kamaruddin Simanjuntak menyebut kasus tersebut seharusnya dihentikan atau SP3.

“Tanggapan kami tentu kalo orang mati dilaporkan ya SP3 karena tidak bisa dimintai pertanggungjawaban kepada orang mati,” kata Kamaruddin kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (20/7/2022).

Kamaruddin juga menyinggung soal kasus yang kini ditangani oleh Polda Metro Jaya. Menurutnya, penyidik Polda Metro kurang objektif menangani perkara itu.

“Sebetulnya tidak tepat ditangani oleh Polda Metro Jaya karena kita lihat itu kalian-kalian juga yang memposting bahwa Kadiv Propam main teletubbies dengan Kapolda Metro jaya itu peluk-pelukan sambil nangis-nangisan jadi kami ragukan juga objektivitasnya,” ucapnya.

Sebelumnya, laporan istri Irjen Ferdy Sambo soal dugaan pelecehan dan pengancaman yang dilakukan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J kini sudah naik ke penyidikan.

Baca juga: Polri Sebut Istri Ferdy Sambo Telah Diperiksa Terkait Insiden Baku Tembak yang Menewaskan Brigadir J

Artinya, pihak kepolisian saat ini menemukan adanya unsur pidana dalam laporan tersebut.

“Pasal yang kemarin disampaikan Pak Kapolri, perbuatan cabul dan pengancaman,” kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi, Selasa (19/7/2022).

Dalam laporannya, istri Ferdy Sambo mempersangkakan Brigadir J dengan Pasal 335 KUHP dan 289 KUHP.

Pasal 335 KUHP Ayat (1) berbunyi Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.

Sedangkan, Pasal 289 KUHP berbunyi; Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul, dihukum karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan dengan pidana selama-selamanya sembilan tahun.

“(Kasus dilimpahkan) Ke Polda Metro Jaya untuk proses sidiknya (penyidikan), Bareskrim laksanakan asistensi,” jelasnya.


Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.