Teleskop Luar Angkasa James Webb yang Memompa Minat terhadap Astronomi
Kehadiran teleskop James Webb mendongkrak antusiasme pelajar dan mahasiswa untuk mengeksplorasi alam lebih jauh. Himpunan Astronomi Amatir Jakarta termasuk yang turut mewadahi animo itu lewat beragam kegiatan, dari diskusi rutin sampai star party.
LAILATUL FITRIANI, Surabaya
—
RASA penasaran Mila Izzatul Ikhsanti terhadap alam semesta terus berkembang sejak mengenal hobi stargazing atau mengamati langit malam. Tak heran, kabar peluncuran teleskop luar angkasa James Webb begitu memikatnya.
”Malam hari di tanggal 25 Desember (tahun lalu), saya ikut streaming, mau melihat peluncurannya. Di web NASA (Badan Antariksa Amerika Serikat) itu juga ada timeline-nya. Jadi, setiap hari, setiap minggu, atau setiap bulan bisa cek sudah di tahap apa,” ungkap Mila, pengurus Himpunan Astronomi Amatir Jakarta (HAAJ) yang kini menjadi staf astronomi di Planetarium dan Observatorium Jakarta UP PKJ TIM.
Teleskop James Webb adalah teleskop paling canggih yang pernah dibuat manusia sejauh ini. Semua dapat dilihat secara detail dan berwarna dengan peranti tersebut. Kehadirannya tak pelak memompa animo terhadap astronomi di berbagai penjuru dunia.
Selasa (12/7) pekan lalu NASA memamerkan lima foto pertama yang menunjukkan fenomena kosmos paling berwarna dan hidup sepanjang sejarah. Yakni, SMACS 0723 yang termasuk ke dalam Deep Field, nebula Southern Ring, eksoplanet WASP-96b, kelompok galaksi Stephan’s Quintet, dan nebula Carina.
Terbaru, NASA membagikan potret Jupiter yang dibidik teleskop James Webb dari jarak jauh pada Minggu (17/7). Dalam foto itu juga tampak bulan milik Jupiter, yaitu Europa.
”Favorit saya gugus galaksi SMACS 0723. Setiap melihatnya selalu merinding. Foto nebula Carina juga,” kata Mila.
Nebula Carina ini, lanjut Mila, istilahnya salah satu pabrik bintang. Dengan teleskop James Webb, warna-warni dari nebula tersebut sangat terlihat, termasuk struktur tebingnya. ”Jangankan orang astronomi, orang awam pun melihat itu pasti takjub,” tuturnya.
Hasil foto itulah yang membuat banyak orang tertarik. Kualitas gambar tangkapan teleskop James Webb lebih tajam dan detail daripada pendahulunya, yakni teleskop Hubble.
Teleskop angkasa James Webb sebelumnya dikenal dengan Next Generation Space Telescope (NGST). Pengganti teleskop Hubble itu direncanakan sejak 1996. Megaproyek tersebut adalah kolaborasi internasional antara NASA dan 17 negara.
Teleskop tersebut diberi nama dari James E. Webb, administrator kedua NASA yang berperan penting dalam program Apollo. Yakni, serangkaian misi luar angkasa berawak menggunakan pesawat antariksa Apollo.
Pembuatan teleskop canggih itu melibatkan European Space Agency (ESA) dan Canadian Space Agency (CSA). Tim penyusunnya mencapai ribuan ilmuwan dan insinyur dari 14 negara dan 29 negara bagian Amerika Serikat. Pengembangan teleskop dilakukan di Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard NASA (GSFC) di Maryland. Perancangannya memakan waktu hingga 40 juta jam dengan biaya mencapai Rp 142,9 triliun.
Pada teleskop James Webb terdapat sensor inframerah tinggi yang mampu mendeteksi sumber cahaya terjauh sekalipun. Mata manusia hanya bisa melihat hasil citra inframerah yang sudah divisualisasikan.
”Alam semesta ini sangat eksotis. Banyak objek berwarna-warni yang nggak kasatmata. Misalkan kita lihat langit malam, paling cuman kelihatan lingkaran bulan sama bintang kelap-kelip,” kata Mila.
Kalau memakai teleskop yang menengah, tambah dia, kelihatan kawah-kawahnya. ”Objek langit lain yang tidak bisa ditangkap mata secara langsung, itu yang bikin orang tertarik,” jelas Mila.
Vika Vernanda yang juga tergabung di komunitas astronomi amatir HAAJ sama antusiasnya memantau hasil tangkapan teleskop James Webb. Kebetulan, sejak kecil dia sudah mengenal dunia penerbangan hingga lapisan langit luar bumi dari kakeknya yang seorang pilot.
”Aku paling suka sama nebula Southern Ring. Di situ kelihatan lebih tajam guratan awan dan debunya, terus bintang di dekat nebula juga jadi kelihatan. Padahal, di foto yang diambil pakai Hubble nggak kelihatan,” ujar perempuan berusia 23 tahun itu.
Menurut dia, hasil tangkapan teleskop James Webb layaknya mata minus yang diberi kacamata. Yang mulanya beberapa bagian dan warna objek luar angkasa tidak bisa tertangkap kini menjadi jelas.
Sebab, teleskop tersebut memiliki cermin terbesar dan mengorbit di dekat titik Lagrange kedua atau L2. Jaraknya hampir 1 juta mil dari bumi. Dengan begitu, teleskop James Webb mampu mengintip ke jangkauan terjauh semesta.
”Kelihatan banget beda warna dan ketajaman gambarnya. Itu sih yang bikin amaze. Kita bisa lihat sesuatu dengan lebih jelas dan makin kagum sama alam semesta, isinya, dan pembuatnya,” imbuh Vika.
Teleskop James Webb mampu menampilkan sekilas bagian bumi yang belum pernah bisa dilihat. Yakni, sekitar 100 juta tahun setelah ledakan big bang. Keberadaan teleskop secanggih itu yang hasilnya bisa diakses bebas tak pelak menarik minat kalangan muda.
Sebagai pekerja di ranah astronomi, Mila juga melihatnya demikian. Begitu pula Vika yang bersinggungan langsung dengan pelajar SMA di forum pelajar astronomi HAAJ.
”Makin ke sini antusiasme pelajar terhadap ilmu astronomi dan fenomena langit semakin meningkat. Adanya teleskop James Webb memunculkan keingintahuan mereka untuk mengeksplorasi lebih jauh. Di Planetarium Jakarta, memang salah satu tujuannya untuk mengenalkan itu,” tambah Mila.
HAAJ hadir sebagai salah satu komunitas astronomi amatir yang mewadahi minat anak muda di bidang astronomi. Di antaranya, Mila dan Vika yang tumbuh dan berproses di HAAJ sejak SMA.
Kegiatannya pun beragam. Ada pertemuan rutin dengan berbagai materi seperti topik teleskop James Webb yang disampaikan Vika bulan lalu. ”Ada pula star party atau mengamati bintang dengan teleskop secara langsung. Kini anggota HAAJ mencapai sekitar 90 orang, dari pelajar, mahasiswa, bahkan karyawan,” katanya.
Artikel ini bersumber dari www.jawapos.com.