Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Dr Ede Surya Darmawan mengatakan bahwa angka yang disumbangkan bisnis rokok ‘jauh lebih besar’ dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Total bisnis rokok yang membeli cukai sebenarnya Rp 3.400 triliun.
Baca juga: Ratusan Ribu Rokok Ilegal Berhasil Diamankan Petugas Bea Cukai Lewat Pengawasan Jalur Darat
Ia pun menyebut bahwa pendapatan negara yang didapat dari nilai cukai sebesar Rp 170 triliun.
“Sementara APBN kita yang mengalami defisit, jumlahnya tidak lebih dari 3.046 triliun, jadi bisnis rokok jauh lebih besar dari APBN kita, itu yang jadi persoalan,” kata Ede, dalam peluncuran buku ‘Medan Laga Pengendalian Rokok di Indonesia’ yang digelar secara virtual, Selasa (30/8/2022).
Ia pun menilai bahwa alasan di balik besarnya defisit itu karena rokok telah mempengaruhi kehidupan masyarakat.
“Mungkin pertanyaannya adalah ‘mengapa dibiarkan sebesar itu, dan mengapa mengintervensi begitu banyak sektor kehidupan, sehingga kita kesulitan memajukan kesejahteraan umum, mengapa? karena dari awal rokok sudah merampok rumah tangga kita,” tegas Ede.
Baca juga: Empat Aspek Ini Jadi Pertimbangan Pemerintah Naikkan Tarif Cukai Rokok
Ede pun menyebut data yang dimiliki Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan bahwa belanja rokok menempati urutan kedua setelah belanja makanan pokok terkait pengeluaran masyarakat Indonesia.
“Apa buktinya? sampai hari ini, data BPS mengatakan bahwa belanja rokok adalah belanja kedua setelah membeli makanan pokok di setiap rumah tangga di Indonesia. Itu artinya apa? Rakyat yang membelanjakan sebanyak 3.400 triliun itulah yang kemudian (uangnya) dipakai untuk membeli rokok,” jelas Ede.
Lebih lanjut ia menekankan, dengan pengeluaran masyarakat yang lebih banyak dikeluarkan untuk membeli rokok, maka yang terjadi saat ini bukan merupakan hal yang mencerdaskan bangsa.
Baca juga: Banyak Produk Ilegal, Konsumen Diminta Hati-hati Pilih Rokok Elektrik
“Yang parah adalah mencerdaskan kehidupan bangsanya pun juga terabaikan, sehingga yang terjadi adalah proses pembodohan massal,” tutur Ede.
Ede kemudian menyebutkan contoh yang menunjukkan bahwa yang terjadi saat ini bukan merupakan hal yange mendorong bangsa menjadi cerdas.
“Apa buktinya? Saya sering melihat anak kecil yang membeli mainan jajan ke warung tapi sekaligus beli rokok, yang menyuruh siapa? bapaknya,” pungkas Ede.
Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.