Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Massa yang tergabung dalam Masyarakat Anti Perampasan Aset Negara (Mapan) menggelar aksi penyampaian pendapat di depan Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (26/8/2022).

Massa mendukung Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan jajarannya memberantas dugaan mafia tanah berupa penyalahgunaan pemanfaatan lahan Inhutani II lewat penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) di dalam kawasan hutan Kotabaru, Kalimantan Selatan.

“Kami datang ke Mabes Polri untuk memberikan dukungan kepada Kapolri dan jajarannya dalam memberantas mafia tanah, khususnya terkait dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan pemanfaatan lahan Inhutani II,” kata koordinator aksi, Septian, di lokasi, Jumat.

Mapan berharap atensi Polri terhadap mafia tanah tak terganggu dengan kasus yang saat ini jadi perhatian publik, yakni kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J dengan tersangka eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.

Massa meyakini Polri tetap bisa menaruh konsentrasinya terhadap pemberantasan kasus yang bersentuhan dengan rakyat.

Baca juga: Polri Cegah Istri Ferdy Sambo Kontak dengan Pihak Luar Seusai Diperiksa Sebagai Tersangka

Demi mengembalikan citra Polri yang terpuruk karena kasus Sambo, Mapan berharap Bareskrim Polri bisa secara tegas mengusut dan memberantas salah satu bentuk praktik korupsi tersebut.

“Kasus mafia tanah ini juga marak dan telah merugikan negara dan masyarakat, karena itu Kapolri dan jajarannya harus tetap fokus mengusut kasus mafia tanah ini, tidak terpengaruh kasus Sambo,” pungkas Septian.

Sebelumnya, dugaan mafia tanah melalui penerbitan HGU di dalam kawasan hutan Kotabaru, Kalimantan Selatan ini dilaporkan oleh Sawit Watch didampingi Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (Integrity) ke Kementerian ATR/BPN pada Rabu (3/8/2022) lalu.

Temuan dugaan mafia tanah tersebut juga sebelumnya telah dilaporkan ke KPK, Kejaksaan dan Bareskrim Polri.

Sawit Watch menduga penerbitan HGU kepada salah satu perusahaan diperoleh tanpa adanya persetujuan Pelepasan Kawasan Hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

Perolehan HGU yang diterbitkan pada September 2018 silam itu dipandang problematik karena menyebabkan sekitar 8.610 hektare hutan negara hilang.


Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.