Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – China memberikan kejutan dengan memangkas tingkat suku bunga acuan mereka.

Bank Rakyat China memangkas suku bunga pinjaman satu tahun menjadi 2,75 persen dari 2,85 persen.

Perlambatan ekonomi China semakin dalam pada bulan Juli, didominasi oleh menurunnya sektor properti dan penguncian wilayah yang terus berlanjut akibat penyebaran virus Covid 19.

“Oleh sebab itu, di tengah kenaikkan tingkat suku bunga bank sentral di seluruh dunia, China justru lagi lagi kembali memangkas tingkat suku bunganya dengan harapan dapat membalikkan keadaan,” ujar Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus dalam risetnya, Kamis (18/8/2022).

Baca juga: Pemerintah China Optimalkan Kebijakan untuk Pemulihan Ekonomi yang Berkelanjutan

Lebih lanjut, dia mengungkapkan, penjualan ritel, output industri, dan investasi di Negeri Tirai Bambu semua mengalami perlambatan hingga mesti pangkas suku bunga.

“Dengan pemangkasan tingkat suku bunga pinjaman untuk 1 tahun, kami melihatnya akan mempengaruhi pengumuman tingkat suku bunga utama pada tanggal 22 Agustus mendatang, dan ada potensi mengalami penurunan. Kami paham, bahwa China tampaknya tidak peduli lagi dengan data pertumbuhan ekonomi, karena China pernah menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi bukanlah satu satunya data tolok ukur keberhasilan dari suatu negara,” katanya.

Menurutnya hal itu betul memang, tapi pelaku pasar dan investor tetap akan memperhatikan data ekonomi China sebagai bagian dari prospek perekonomian secara global di masa akan datang.

Karena itu, pemerintah China harus melakukan kebijakan yang lebih besar dan lebih berani lagi untuk mengubah keadaan tersebut.

Nico menambahkan, sejauh ini China berusaha untuk meningkatkan perekonomian dengan berpusat kepada infrastruktur.

“Itu berhasil, tapi sementara, karena meningkatnya investasi infrastruktur tetap tidak mampu mengimbangi penurunan di sektor properti. Sektor properti sendiri jatuh lebih dari 28 persen tahun ini,” tutur dia.

Baca juga: Di Tengah Ketegangan Geopolitik, China Kembali Pangkas Kepemilikan Surat Utang AS

Kendati demikian, dinilainya tentu saja masih ada harapan, terkait dengan data pertumbuhan ekonomi yang kuat dalam produksi dan penjualan mobil.

“Ekspor China juga masih kuat di bulan Juli kemarin, sehingga ada kekuatan dan harapan baru. Apapun itu, China yang penuh dengan tekanan akan menjadi sebuah harapan tersendiri, karena sedikit banyak pemulihan ekonomi global juga akan dipengaruhi oleh perekonomian China,” ujar Nico.


Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.