Pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (RUU LLAJ) oleh Komisi V DPR mengalami ketidakjelasan

JAKARTA, JITUNEWS.COM – Pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (RUU LLAJ) oleh Komisi V DPR mengalami ketidakjelasan. Apalagi DPR sejak Juli hingga Agustus 2022 sempat reses, sehingga otomatis tidak ada pembahasan.

Meski tidak masuk dalam Prolegnas DPR, namun masyarakat tetap berharap agar RUU LLAJ ini selesai 2022. Hal itu seperti disampaikan Ketua Forum Masyarakat Santri Nusantara (FormasNU), Ahmad Rouf Qusyairi, kepada wartawan, Jumat 12 Agustus 2022.

“Kami mengusulkan agar penerbitan SIM dan STNK dialihkan ke Kementerian Perhubungan. Sehingga menjadi satu kesatuan dalam set up kebijakan transportasi,” tegasnya di Jakarta, Jumat (12/8/2022).

Arif Wibowo Resmi Pimpin Garuda Indonesia

Forum Masyarakat Santri Nusantara mendorong institusi polisi lebih memprioritaskan pada tugas pokok dan fungsinya pada masalah keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum dan fungsi pelayanan lainnya.

“Jadi soal administrasi seperti SIM perlu ditinjau ulang. Sebab bila kepolisian masih mengurusi SIM, menjadi tidak fokus,” ucap aktivis Muda NU.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi sebelumnya memberi masukan kepada Komisi V DPR terkait penyusunan pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (RUU LLAJ).

“Kami menengarai, sampai detik ini penerbitan SIM masih banyak hal-hal yang kurang fair. Sehingga fenomena-fenomena yang sudah tidak relevan dilakukan. Kami mengusulkan proses bisnis penerbitan SIM direview, dikaji kembali,” ujarnya dalam keterangannya, Senin (6/6/2022).

Idealnya, kata Tulus, proses SIM ini tidak seratus persen menjadi wewenang kepolisian, baik dalam konteks uji SIM, penerbitan ataupun penegakan hukum.

“Kami mengusulkan, penerbitan SIM bisa diposting di sektor perhubungan,” ujarnya.

Kepolisian tidak serta merta lepas sepenuhnya, lanjut Tulus, namun keterlibatannya dalam hal ini lebih pada penegakan hukumnya. Sementara proses uji dan penerbitan SIM berada di Kementerian Perhubungan (Kemenhub)

Disisi lain, Tulus menambahkan sebaiknya pajak kendaraan bisa dihapus dan dialihkan pada saat membeli BBM agar tidak terjadi dobel pungutan.

“Kami mengusulkan dana preservasi ini bisa dipungut saat konsumen membeli BBM. Saya kira lebih adil ketika konsumen membeli BBM dikenakan dana preservasi,” paparnya.

Dia menyebutkan selama ini pemerintah kesulitan menaikkan harga BBM karena tingkat konsumsi masyarakat nyaris tidak terkendali. Dengan adanya peralihan ke pembelian BBM, hal itu akan mengendalikan tingginya konsumsi masyarakat terhadap BBM.

Dengan terkendalinya konsumsi BBM secara langsung akan menekan tingkat pencemaran yang disebabkan oleh kendaraan. Selain itu, melalui pembelian BBM itu nantinya pengelolaan dana preservasi jalan akan lebih maksimal.

Dana preservasi jalan sendiri merujuk pada UU LLAJ adalah dana yang khusus digunakan untuk kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi dan rekonstruksi jalan secara berkelanjutan sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Terkait hal itu pula, Tulus menekankan pentingnya sinergi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Sebab lalu lintas dan angkutan jalan tidak semata soal pengaturan transportasi dan penindakan hukum, tetapi juga terkait dengan tata ruang.

“Angkutan jalan perlu disinergikan dengan tata ruang, karena itu tidak terpisahkan antara angkutan jalan dengan tata ruang. Jadi bukan hanya di Kementerian Perhubungan tapi juga disinergikan dengan PUPR misalnya,” kata Tulus.

Tulus menambahkan, YLKI memberikan perhatian pada asas keadilan dalam pelayanan lalu lintas. Oleh karena itu, YLKI mengusulkan agar asas keadilan jika nantinya RUU LLAJ benar-benar masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun ini dimasukkan dalam draft.

Wahh, Usai RUPS 6 Direksi Garuda Dicopot


Artikel ini bersumber dari www.jitunews.com.