TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengusulkan, dalam revisi UU TNI yang akan dibahas di DPR agar mengatur TNI aktif dapat menduduki jabatan sipil.
Menanggapi usulan itu, Direktur Imparsial Gufron Mabruri menilai, usulan Menko Luhut itu bisa menjadi ancaman pada eksistensi demokrasi.
“Jika benar diakomodir dalam revisi UU TNI jelas akan mengancam demokrasi karena melegalisasi kembalinya praktik Dwi fungsi ABRI seperti pada masa otoritarian Orde Baru,” kata Gufron, dalam keterangan yang diterima, Rabu (10/8/2022).
Gufron menjelaskan, demokrasi kembali eksis dengan kebebasannya ketika era Reforasi 1998 bergulir.
Satu di antara poin gerakan reformasi itu, adalah bagaimana peran ABRI atau Angkatan Bersenjata Republik Indonesia tidak memiliki fungsi ganda yakni sipil dan pertahanan.
Sebab menurutnya, di era Orde Baru, dwi fungsi menyebabkan ABRI banyak dipakai untuk melanggengkan kekuasaan. Bahkan, kekuasaan mengarah pada otoritarian.
“Penghapusan dwi fungsi ABRI merupakan bagian dari agenda demokratisasi tahun 1998, yang tidak hanya sebagai bentuk koreksi terhadap penyimpangan fungsi dan peran ABRI yang lebih sebagai alat kekuasaan di masa otoritarian,” ucapnya.
“Tetapi juga untuk mendorong terwujudnya TNI yang profesional dan secara lebih luas lagi merupakan bagian dari agenda pembangunan demokrasi di Indonesia,” lanjutnya.
Baca juga: Gagasan Luhut TNI Bisa Bertugas di Kementerian/Lembaga Ramai-ramai Dikritik: Seperti Orde Baru
Lebih dari itu, Gufron menilai wacana perwira militer aktif dapat menduduki jabatan-jabatan sipil di kementerian dan lembaga yang didorong oleh Luhut Binsar Panjaitan, diragukan hal tersebut bertujuan untuk pembangunan dan penataan TNI.
Menurutnya, jika usulan tersebut diakomodir dalam revisi UU TNI, tidak hanya akan merusak dinamika internal TNI, tapi juga kehidupan politik demokrasi.
Jika masalahnya adalah adanya penumpukan perwira non-job di dalam TNI, upaya lain untuk menyelesaikan hal tersebut, menurutnya dapat dilakukan dengan cara lain, seperti melalui perbaikan proses rekrutmen prajurit, pendidikan, kenaikan karir dan kepangkatan.
Berbagai agenda tersebut jauh lebih penting untuk dilakukan, bukan membuka ruang penempatan mereka pada jabatan-jabatan sipil yang hanya akan memunculkan masalah baru di kemudian hari.
“Wacana penempatan TNI dalam jabatan sipil adalah siasat untuk melegalisasi kebijakan yang selama ini keliru yaitu banyaknya anggota TNI aktif yang saat ini menduduki jabatan-jabatan sipil seperti di Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan bahkan di Badan Usaha Milik Negara. Ombudsman RI sendiri mencatat sebanyak 27 anggota TNI aktif menjabat di BUMN. Bahkan, belakangan ini sudah ada perwira TNI aktif yang menduduki jabatan kepala daerah seperti di Kabupaten Seram BagianBarat,” ujarnya.
“Sudah seharusnya TNI fokus menjadi alat pertahanan yang profesional, terlebih dengan berkembangnya kondisi lingkungan strategis yang pesat serta perkembangan generasi perang menjadi generasi perang ke-4 yang kompleks menuntut adanya kefokusan dan spesialisasi prajurit TNI untuk menghadapi ancaman spesifik,” tandasnya.
Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.