Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo

TRIBUNNEWS.COM, DHAKA – Pemerintah Bangladesh mengumumkan kenaikan harga bahan bakar sekitar 50 persen pada hari Sabtu (6/8/2022).

Sebelumnya, Bangladesh dikabarkan mencari pinjaman dari lembaga global, termasuk Dana Moneter Internasional (IMF) setelah tagihan impornya menggelembung akibat dari melonjaknya harga energi dan pangan.

“Harga bensin telah meningkat 51,2 persen menjadi 130 taka atau sekitar 1,38 dolar AS per liter, harga bensin beroktan 95 naik sebesar 51,7 persen menjadi 135 taka, sedangkan solar dan minyak tanah naik sebesar 42,5 persen,” kata kementerian listrik, energi dan sumber daya mineral Bangladesh, seraya menambahkan bahwa kenaikan harga bahan bakar tidak dapat dihindari, mengingat kondisi pasar global.

Di samping itu, Bangladesh Petroleum Corporation yang dikelola negara telah mengalami kerugian lebih dari 8 miliar taka atau sekitar 85 juta dolar AS pada penjualan minyak dalam enam bulan hingga Juli.

“Harga baru sepertinya tidak bisa ditoleransi semua orang. Tapi kami tidak punya pilihan lain. Masyarakat harus bersabar,” kata Nasrul Hamid, Menteri Energi, dan Sumber Daya Mineral Bangladesh.

Baca juga: Banjir di Bangladesh dan India Memburuk, Korban Tewas Jadi 59 Orang, Jutaan Lainnya Terdampar

Dia juga menambahkan bahwa harga bahan bakar akan disesuaikan kembali jika harga minyak global turun.

“Itu perlu, tapi saya tidak pernah membayangkan kenaikan drastis seperti itu. Saya tidak tahu apakah pemerintah memenuhi prasyarat untuk memiliki pinjaman IMF,” kata seorang pejabat pemerintah yang dikutip oleh Reuters, Minggu (7/8/2022).

Sekretaris Jenderal Partai Nasionalis Bangladesh (BNP) Mirza Fakhrul Islam Alamgir mengatakan, kenaikan harga bahan bakar akan berdampak buruk pada perekonomian.

Sementara itu, tingkat inflasi Bangladesh telah berada di atas 6 persen selama sembilan bulan berturut-turut, dan mencapai 7,48 persen pada bulan Juli, memberikan tekanan pada keluarga miskin untuk memenuhi pengeluaran sehari-hari mereka dan meningkatkan risiko kerusuhan sosial.

Baca juga: Kebakaran di Depo Kontainer di Bangladesh, Setidaknya 40 Orang Tewas dan 450 Lainnya Terluka

“Kami sudah berjuang untuk memenuhi kebutuhan. Sekarang pemerintah telah menaikkan harga bahan bakar, bagaimana kami bisa bertahan?,” kata Mizanur Rahman, seorang pegawai swasta.

Pemerintah Bangladesh terakhir menaikkan harga solar dan minyak tanah sebesar 23 persen pada bulan November lalu, yang juga mendorong kenaikan tarif transportasi hampir 30 persen.

Di tengah berkurangnya cadangan devisa, Pemerintah Bangladesh telah mengambil serangkaian langkah, termasuk membatasi impor barang mewah dan impor bahan bakar termasuk gas alam cair (LNG) dan menutup pembangkit listrik tenaga diesel karena pemadaman listrik berulang.

Secara terpisah, cadangan devisa Bangladesh saat ini mencapai 39,67 miliar dolar AS per 3 Agustus, diperkirakan hanya cukup untuk menutupi impor selama lima bulan ke depan.


Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.