JawaPos.com-Berlin, April 2022. Di kolam renang yang diklaim sebagai salah satu yang tercepat di dunia, Schwimm- und Sprunghalle im Europasportpark, tim para swimming Indonesia berjaya.

Berlaga di salah satu seri kejuaraan dunia, tim Indonesia yang diperkuat empat perenang yakni Jendi Pangabean, Maulana Rifky Yavianda, Fajar Hafiandani, dan Mutiara Cantik Harsanto tampil luar biasa.

Jendi dkk meraup 8 emas, 4 perak, dan 1 perunggu. Jendi meraih 1 emas dan 1 perak. Rifky mendulang 5 emas dan 1 perak. Fajar merengkuh 2 emas dan 2 perak. Sedangkan Mutiara mengait 1 perunggu.

Tidak hanya sampai di sana, Jendi dan Rifky juga mencatat rekor lain. Jendi memecahkan dua rekor Asia. Yakni pada nomor 200 meter gaya punggung dan 50 meter gaya kupu-kupu pada kelas S9 (memiliki kelemahan pada satu kaki).

Sedangkan Rifky memecahkan rekor Asia pada nomor 50 meter gaya punggung kelas S12 (kekurangan pada aspek visual).

Keberhasilan kontingen Indonesia di ibu kota Jerman tersebut membawa angin segar. Harapan, ambisi, angan-angan yang selama ini agaknya jauh dari jangkuan, tiba-tiba saja terasa dekat.

Untuk kali pertama dalam sejarah, Indonesia punya kapasitas untuk meraih medali para swimming pada pesta terbesar atlet disabilitas dunia, Paralympic Games.

Pada Paralympic Tokyo 2020, Indonesia diwakili oleh dua perenang yakni Jendi dan Syuci Indriani. Namun keduanya gagal untuk menembus final. Jendi hanya menempati posisi kesembilan pada nomor 100 meter gaya punggung S9.

Sementara itu, Syuci yang turun pada tiga nomor S14 (disabilitas intelektual) juga sudah terhenti pada level heat.

Pada Paralympic Rio 2016, tiga perenang Indonesia juga gagal ke final. Singkat kata, sejak mulai barpartisipasi pada Paralympic Toronto 1976, Indonesia tidak pernah meloloskan satu perenang pun ke final.

Tetapi, harapan baru tersebut muncul dalam diri Maulana Rifky. Tidak perlu jauh-jauh, Rifky diprediksi bisa memberikan kejutan hebat pada Paralympic Paris 2024.

“Saya kira, dia tidak hanya akan berpartisipasi. Namun, Maulana Rifky juga memiliki kemampuan bersaing di tiga besar,” ucap Sekretaris Jenderal National Paralympic Comittee (NPC) Indonesia Rima Ferdianto kepada JawaPos.com.

“Pada 2024, Maulana Rifky kami harapkan bisa mencapai peak. Dan tentu saja kami berharap ada medali pertama dari kolam renang,” tambah Rima.

Rifky adalah perenang yang berasal dari Magetan dan menempa diri dengan keras di klub Petrokimia Gresik. Rifky lahir dengan keterbatasan pada matanya. Sejak kecil, dia terserang glaukoma.

Pada 2021, Rifky yang saat ini baru berusia 20 tahun tersebut, juga sempat melakukan pemecahan rekor Asia. Tepatnya pada ajang Deutsche Meisterchaften Im Para Schwimmen di Berlin. Rifky menajamkan rekor pada nomor 50 meter gaya bebas kelas S12.

Sayang, usaha Rifky untuk lolos ke Paralympic Tokyo 2020 gagal terwujud. Sebab, poinnya tidak mencukupi. NPC Indonesia yakin Rifky akan bangkit dan meraih puncak performanya di Paris.

Pada ASEAN Para Games 2022, Rifky akan menjadi salah seorang andalan Indonesia untuk meraup emas demi emas. Pada ajang yang juga didukung Telkomsel sebagai official mobile partner tersebut, tim para swimming Indonesia membidik target sebagai juara umum.

Sebelumnya, kepada Jawa Pos, pelatih para swimming Indonesia Bhima Kautsar mengatakan bahwa timnya membidik 27 emas. Target ini menurun dibandingkan pencapaian Indonesia pada Kuala Lumpur 2017. Saat itu, Indonesia menjadi juara umum dan meraup 39 emas.

Bhima mengatakan bahwa ada dua alasan mengapa timnya “hanya” mematok 27 emas. Pertama adalah masa pemanggilan atlet yang tidak semaksimal pada 2017. Kedua, ada beberapa andalan Indonesia yang pensiun. Sehingga, mereka tidak bisa berlaga di APG 2022.

Saat ini, tim para swimming Indonesia diperkuat 47 atlet. Sebanyak 60 persen adalah perenang lama yang pernah membawa Indonesia menjadi juara umum di Kuala Lumpur 2017.

Rifky adalah salah seorang debutan yang sangat dinantikan kiprahnya di APG 2022.

*

Tim nasional renang dan atletik Indonesia bukanlah entitas utama di Asia Tenggara. Pada SEA Games 2021 Hanoi, tim renang Indonesia hanya meraih 2 emas. Luar biasa jauh dibandingkan juara umum Singapura yang memborong 21 emas.

Di atletik, Indonesia juga cuma mendapatkan 2 emas. Jauh sekali dibandingkan juara umum Vietnam yang meraup 22 emas.

Hal tersebut berbeda sekali dengan kondisi tim nasional para swimming dan para atletik. Pada dua cabang olahraga itu, Indonesia merupakan kekuatan yang sangat tangguh dan sangat disegani di Asia Tenggara.

Pada Kuala Lumpur 2017, tim para swimming Indonesia menjadi juara umum dengan 39 emas. Sedangkan tim para atletik Indonesia juga memuncaki klasemen akhir dengan catatan 40 emas.

Menurut Rima Ferdianto, kesadaran akan pentingnya dua cabang olahraga kaya medali itu, lahir pasca kegagalan Indonesia saat menjadi tuan rumah APG 2011.

Saat itu, Tim Indonesia tak mampu menjadi juara umum. Kontingen Merah Putih berada di peringkat kedua dengan koleksi 113 emas. Indonesia tepat berada di bawah juara umum Thailand yang pulang dengan koleksi 126 emas.

“Pada 2011 kami memang tidak terlalu dominan. Padahal bibit atlet kami banyak. Dan setelah 2011 itu, kami semakin serius dalam membina atlet-atlet baru,” ucap Rima.

Atlet para atletik Indonesia Nanda Mei Sholihah menangis terharu setelah meraih emas ASEAN Para Games 2022. (NPC Indonesia)

Arena seperti Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) dan Pekan Paralimpiade Pelajar Nasional (Peparpenas) menjadi sangat penting. Lewat ajang-ajang tersebut, bibit-bibit atlet berkualitas tiba-tiba saja bermunculan di level nasional.

Bahkan atlet-atlet baru tersebut punya kapabilitas untuk langsung bersaing di panggung Asia Tenggara.

Tim NPC Indonesia tinggal merekut atlet-atlet berbakat itu, lalu menggodoknya dalam latihan-latihan keras serta terstruktur yang berpusat di Solo.

Menurut Rima, ujung tombak pembibitan atlet disabilitas Indonesia terletak pada NPC kota dan kabupaten. Jika punya potensi besar, atlet-atlet berbakat tersebut lantas disalurkan ke level provinsi dan nasional.

Salurannya, melalui ajang-ajang seperti pekan paralimpik daerah, kejuaraan paralimpik nasional, dan pekan paralimpik nasional. Jadi memang  bertahap dan berjenjang.

“Memang ada daerah-daerah yang pemerintahnya belum memperhatikan atlet disabilitasnya dengan maksimal. Misalnya yang perlu di-push lagi adalah Lampung, Banten, Sulawesi Barat, dan NTB,” ucap Rima.

“Kami akan terus melakukan sosialisasi agar daerah-daerah tersebut semakin sadar dengan hak-hak disabilitas warganya. Termasuk hak untuk berolahraga,” tambah Rima.

Selain lewat gelanggang olahraga berjenjang, hal kedua yang tidak kalah penting adalah metode perekrutan, pemantauan, dan penjaringan bakat serta bibit baru atlet.

Dalam setahun, NPC Indonesia rutin melakukan satu sampai dua pelatihan scouting kepada para pengurus dan pelatih dari seluruh wilayah di Indonesia. Dalam satu kali angkatan training, biasanya ada 30 pengurus atau pelatih yang terlibat.

NPC Indonesia membekali pelatih dan pengurus tersebut dengan pengetahuan untuk mengenali potensi atlet. Juga teknik dasar dalam melatih.

Setelah progam yang berlangsung selama 3 sampai 6 bulan tersebut, tim NPC Indonesia turun untuk melakukan monitoring rutin. Biasanya dua kali dalam setahun.

“Baru setelah itu, mereka berhak mendapatkan sertifikat layak melatih dan merekrut,” ucap Rima.

Presiden NPC Indonesia Senny Marbun (berkursi roda) ketika meninjau pelatnas para swimming Indonesia di Solo. (Kautsar Bhima/Instagram)

Dalam hal scouting misalnya, para pelatih harus bisa membedakan pendekatan kepada atlet yang mengalami disabilitas sejak lahir dan atlet yang menjadi difabel karena trauma atau kecelakaan hebat.

Faktor psikologis atlet harus dikenali.

Biasanya, memang lebih mudah mengajak atlet yang mengalami disabilitas sejak lahir untuk serius terjun ke olahraga. Di sisi lain, orang-orang yang menjadi difabel karena kecelakaan berat, butuh waktu untuk diajak menjadi atlet.

Berdasarkan pengalaman panjangnya, Rima mengatakan bahwa seseorang yang mengalami kecelakaan berat hingga harus diamputasi, butuh waktu 6 bulan sampai 1 tahun untuk menerima kondisinya.

Dalam periode awal pasca amputasi, biasanya orang itu akan berada dalam fase terendah berupa frustrasi hebat, penolakan, dan kemarahan.

“Baru ketika sudah masuk tahap acceptance, kami mulai mengenalkan olahraga disabilitas kepada mereka,” ucap Rima.

“Saya punya kakak seorang wakil direktur di sebuah rumah sakit ortopedi. Pernah suatu ketika, saya melihat ada orang yang baru diamputasi. Lalu saya langsung saja menawari dia untuk menjadi atlet. Saya dimarahi habis-habisan oleh orang tuanya. Saya dibilang manusia tak berperasaan,” tambah Rima lantas tersenyum mengenang kejadian tersebut.

“Dari sana, dengan semakin banyaknya pengalaman, saya mulai berhati-hati. Yakni bagaimana memperlakukan orang yang baru mengalami kecacatan. Bagaimana cara memahami kondisi psikologisnya.”

“Ini penting sekali, sebuah pengetahuan yang selalu saya bagikan ke teman-teman. Sebab dampak psikologis pasca amputasi tersebut bisa dahsyat sekali. Ada yang terjerumus ke narkoba dan bahkan sampai bunuh diri. Makanya harus hati-hati banget untuk masuk ke mereka. Soal pendekatan ini, para pelatih dan pengurus harus punya teknik khusus. Jenisnya juga macam-macam,” imbuh Rima lagi.

Lifter asal Tasikmalaya Eneng Paridah meraih dua emas dalam debutnya di ASEAN Para Games 2022 Solo. (NPC Indonesia)

Selain soal psikologis, para pengurus dan pelatih di daerah-daerah juga harus mengenali jenis kecacatan. Dalam standar International Paralympic Committee, terdapat 10 jenis disabilitas.

Delapan merupakan tuna daksa (punya keterbatasan atau tidak lengkap secara fisik). Sedangkan dua sisanya adalah tuna netra (kekurangan pengelihatan) dan tuna grahita (keterbatasan kemampuan intelektual).

“Dulu mayoritas pengurus dan pelatih hanya merekrut atlet yang berkursi roda dan amputasi. Mereka tak mengenali kelainan sendi yang lain. Misalnya panjang pendeknya kaki. Atau perawakan yang pendek. Pengetahuan soal jenis-jenis disabilitas ini juga sangat penting. Agar, perekrutan atlet menjadi efisien,” tutur Rima.

Di ASEAN Para Games 2022, Indonesia punya tujuan untuk mampu mempertahankan gelar juara umum. Merah Putih dibebani target minimal meraup 104 emas.

Kesuksesan ini bakal menjadi modal penting bagi Indonesia untuk menatap Asian Para Games 2022 di Hangzhou, Tiongkok. Juga untuk meraih prestasi maksimal di Paralympic 2024 di Paris.


Artikel ini bersumber dari www.jawapos.com.