Dhaka: Ribuan warga Bangladesh mengepung stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di seluruh negeri usai pemerintah menaikkan harga sebesar 52 persen. Kenaikan harga ini merupakan yang terbesar dalam sejarah Bangladesh.
 
Pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) sebagai imbas dari invasi Rusia ke Ukraina yang memicu krisis energi. Bangladesh telah mengumumkan kenaikan harga BBM sebesar 51,7 persen dan solar 42,5 persen mulai Sabtu, 6 Agustus 2022 tengah malam.
 
Pengendara sepeda motor berlomba ke SPBU untuk mencoba mengisi BBM sebelum harganya naik. Beberapa SPBU menghentikan penjualan, yang otomatis memicu aksi protes.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Dilansir dari laman AFP, pengunjuk rasa mengatakan kenaikan drastis ini dipastikan menghantam puluhan juta warga miskin Bangladesh. Pasalnya, banyak warga kelas menengah ke bawah menggunakan diesel untuk menggerakkan transportasi dan pompa irigasi pertanian.
 
Komisaris Polisi Md Nisharul Arif mengatakan bahwa di kota Sylhet, pengecer BBM menjual dengan harga yang lebih tinggi segera setelah kenaikan diumumkan.
 
“Orang-orang berkumpul dan memprotes di depan semua SPBU di kota Sylhet,” katanya.
 
Aksi serupa juga terjadi di kota-kota lain.
 
Baca juga: Jokowi: Harga Pertalite Naik 10% Didemo 3 Bulan, Naik 100% Berapa Bulan?
 
Menteri Energi Bangladesh Nasru Hamid mengatakan, keputusan itu didorong kenaikan di pasar global. “Beberapa penyesuaian harus dilakukan mengingat situasi global. Jika situasinya normal, harga BBM akan direvisi,” serunya.
 
Bangladesh telah terpukul tingginya harga energi setelah perang di Ukraina dimulai pada 24 Februari. Padahal, Bangladesh sangat membutuhkan BBM untuk menggerakkan pembangkit listrik.
 
Sejumlah pembangkit listrik tenaga diesel dengan kapasitas pembangkitan 1.500 megawatt – 10 persen dari total – di Bangladesh telah dimatikan, seperti halnya beberapa pembangkit listrik tenaga gas.
 
Dalam beberapa pekan terakhir, terjadi pemadaman listrik hingga 13 jam sehari di Bangladesh.
 
Tingkat inflasi Bangladesh telah mencapai 6 persen selama sembilan bulan berturut-turut, dengan inflasi tahunan pada Juli mencapai 7,48 persen. Hal ini memberikan tekanan pada keluarga miskin dan berpenghasilan menengah untuk memenuhi pengeluaran sehari-hari mereka.
 
Bangladesh telah meminta USD4,5 miliar dari Dana Moneter Internasional (IMF) setelah berlangsungnya kunjungan perwakilan dari badan pemberi pinjaman itu.
 

(WIL)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.