Jakarta: Penurunan cadangan devisa (cadev) Indonesia diperkirakan berpeluang terjadi di bulan-bulan ke depan. Hal ini merupakan imbas dari kondisi perekonomian dan geopolitik global.
 
“Untuk ke depan, potensi dari cadangan devisa untuk turun masih berpeluang terjadi disebabkan oleh beberapa hal yang pertama kondisi ekonomi global yang masih diwarnai ketidakpastian imbas dari beberapa hal, termasuk di dalamnya kondisi geopolitik dan potensi resesi,” ungkap periset dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet saat dihubungi, Sabtu, 6 Agustus 2022.
 
Dia bilang, resesi ekonomi yang terjadi di lingkup global dinilai bakal berdampak pada penurunan harga komoditas. Penurunan harga komoditas itu akan merugikan Indonesia lantaran selama ini ekonomi nasional banyak ditopang oleh kenaikan harga sejumlah komoditas unggulan.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Menurunnya harga komoditas unggulan di level internasional, kata Yusuf, akan membuat kinerja dagang Indonesia mengalami perlambatan. Padahal sekitar 26 bulan ke belakang sektor perdagangan menjadi salah satu tumpuan andalan ekonomi nasional.
 
Sedangkan dari sisi geopolitik global saat ini berada di situasi yang kian rumit. Sebabnya, belum lama ini muncul ketegangan tensi antara Tiongkok dan Amerika Serikat lantaran kunjungan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat AS Nancy Pelosi ke Taiwan.
 
“Ini berpotensi memberikan tekanan terutama pada pasar keuangan sehingga ini akan berdampak terhadap kembali larinya arus modal dari pasar emerging market ke pasar safe haven seperti misalnya Amerika Serikat,” jelas Yusuf.
 
Bila itu terjadi, maka nilai tukar mata uang negara emerging market bakal tertekan, tak terkecuali Indonesia. Hal tersebut kemudian akan mendorong Bank Indonesia melakukan intervensi untuk melakukan stabilisasi rupiah agar depresiasi rupiah tidak terlalu dalam melalui penggunaan cadangan devisa.
 
Hal itu pula yang disampaikan oleh BI, di mana terjadi penurunan cadangan devisa pada akhir Juli menjadi USD132,2 miliar, turun dari bulan sebelumnya yang sebesar USD136,4 miliar. Penurunan itu akibat pembayaran utang luar negeri dan stabilisasi rupiah.
 

 
Kendati dinilai memiliki potensi penurunan, Yusuf berpendapat, itu akan bersifat melandai. Pasalnya, pencapaian cadangan devisa selama semester pertama tahun ini cukup kuat. BI juga dinilai masih memiliki modal yang cukup besar untuk melakukan intervensi.
 
Posisi cadangan devisa itu setara dengan pembayaran impor selama 6,2 bulan atau 6,1 bulan dan utang luar negeri pemerintah. Nilai cadangan devisa USD132,2 miliar juga masih berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
 
“Jadi kalaupun terjadi penurunan cadangan devisa, itu tidak akan terlalu terjadi secara sangat signifikan. Apalagi kalau kita lihat kinerja neraca dagang Indonesia yang selama ini masih berada pada tren surplus perdagangan,” ujar Yusuf.
 
Di saat yang bersamaan pemerintah juga dinilai masih bisa menggunakan opsi penerbitan surat utang. Itu pun bila dirasa memang diperlukan untuk menahan dampak eksternal dan mampu menambah cadangan devisa untuk kesiapan intervensi di kemudian hari.

 

(HUS)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.