Tahanan administratif Palestina di Israel itu melakukan aksi mogok makan selama 169 hari. Dia melakukan aksinya menuntut untuk dibebaskan.
“Terkejut dengan gambar-gambar mengerikan Awawda yang mogok makan sekarang selama 169 hari sebagai protes terhadap penahanannya tanpa tuduhan dan dalam bahaya sekarat,” kata kantor Uni Eropa di Yerusalem dalam sebuah tweet, seperti dikutip WAFA, Senin 29 Agustus 2022.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
“Kecuali dituntut segera, dia harus dibebaskan,” tegas surat kabar tersebut.
Awawda, dari kota Idna di selatan Tepi Barat, melakukan mogok makan untuk memprotes penahanan administratifnya yang berkepanjangan.
Dia dijanjikan akan dibebaskan setelah menyelesaikan 111 hari mogok makan. Tetapi Israel dengan cepat mengingkari janjinya dan memperbarui penahanannya selama empat bulan lagi yang mendorongnya untuk melanjutkan mogok makan.
Kasus Awawda
Kasus Khalil Awawda menjadi sorotan selama pemboman Israel baru-baru ini di Jalur Gaza yang diblokade. Pria berusia 40 tahun itu telah melakukan mogok makan terus menerus selama lebih dari 160 hari sebagai protes atas penahanannya yang terus berlanjut oleh Israel tanpa pengadilan atau dakwaan.
Dia menjalani sebuah proses yang dikenal sebagai ‘penahanan administratif’, sejak penangkapannya pada Desember 2021.
Bagaimana kondisi kesehatan Awawdeh saat ini?
Menjelang bulan keenam mogok makan, Awawdeh berada dalam kondisi kesehatan kritis, dengan berat 38 kilogram. Para dokter dan kelompok hak asasi tahanan telah memperingatkan bahwa ayah empat anak dari Desa Itna, di Tepi Barat selatan yang diduduki, bisa meninggal kapan saja.
Dokter dari Physicians for Human Rights atau Dokter untuk Hak Asasi Manusia, Lina Qasem-Hassan, yang mengunjungi Awawda pada 11 Agustus mengatakan, hidupnya dalam bahaya.
Qasem-Hassan juga mengatakan ada tanda-tanda kerusakan saraf, termasuk memori dan kehilangan penglihatan hampir total, serta kesulitan berkonsentrasi.
Apakah Awawdeh kemungkinan akan dibebaskan?
Kelompok perlawanan bersenjata Jihad Islam Palestina (PIJ) telah menuntut agar Awawdeh dibebaskan sebagai bagian dari persyaratan perjanjian gencatan senjata 7 Agustus yang mengakhiri pengeboman tiga hari Israel di Gaza, di mana 49 warga Palestina tewas, termasuk 17 anak-anak.
Namun, pihak berwenang Israel sejauh ini menolak untuk membebaskannya, dan pada hari Minggu Mahkamah Agung Israel menolak banding yang diajukan oleh pengacaranya untuk pembebasan segera.
PIJ mengatakan bahwa Awawda seharusnya dibebaskan sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata 7 Agustus, karena Mesir telah berjanji untuk mengupayakan pembebasannya.
Israel awalnya menangkap Awawda karena dicurigai ‘terlibat operasi’ PIJ, sebuah tuduhan yang dibantah oleh pengacaranya.
“Saya menuntut untuk dibebaskan setelah semua penderitaan ini. Mogok makan saya seperti pendarahan dari cedera panjang yang telah berlangsung selama hampir setengah tahun,” kata Awawda kepada Al Jazeera dari rumah sakit Assaf Harofeh, tenggara Tel Aviv.
“Kebebasan lebih berharga dari apapun, martabat di atas segalanya. Kita adalah bangsa yang tidak akan terkalahkan. Insya Allah, kita akan mendapatkan kemenangan kita atau kita akan mati,” pungkasnya.
(FJR)
Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.