Nourah binti Saeed al-Qahtani dihukum oleh Pengadilan Kriminal Khusus Arab Saudi atas tuduhan ‘menggunakan internet untuk merobek tatanan sosial (Saudi).’ Ia juga disebut ‘melanggar ketertiban umum dengan menggunakan media sosial,’ seperti dilaporkan Malay Mail, Rabu, 31 Agustus 2022.
Organisasi DAWN mengatakan, sedikit yang diketahui tentang Qahtani atau apa yang ia unggah di media sosialnya. “Kami akan terus menyelidiki kasusnya,” kata kelompok HAM ini.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Hukuman Qahtani datang beberapa minggu setelah Salma al-Shehab, ibu dua anak dan kandidat doktor di Universitas Leeds di Inggris. Al-Shehab dijatuhi hukuman 35 tahun penjara karena mengikuti dan me-retweet para pemberontak dan aktivis di Twitter.
Kasus-kasus terbaru datang setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengutip masalah hak asasi manusia, titik sakit utama dalam hubungan antara Washington dan sekutu tradisionalnya Riyadh, selama pertemuannya dengan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman pada Juli lalu.
Pekan lalu, Washington mengatakan, pihaknya mengangkat ‘keprihatinan signifikan’ dengan Arab Saudi atas hukuman Shehab.
Kasus Qahtani dan Shehab menggarisbawahi tindakan keras terhadap perbedaan pendapat yang didorong oleh Pangeran Mohammed, penguasa de facto Saudi. Hal ini bahkan dilakukan saat ia tengah memperjuangkan reformasi seperti mengizinkan perempuan untuk mengemudi dan mendorong proyek untuk menciptakan lapangan kerja.
Kerabat tahanan politik Saudi pada awalnya berharap kunjungan Biden akan membantu membebaskan orang-orang terkasih yang telah dipenjara sebagai bagian dari tindakan keras.
Abdullah al-Aoudh, Direktur Penelitian untuk Wilayah Teluk di DAWN, mengatakan bahwa baik dalam kasus Shebab dan Qahtani, otoritas Saudi menggunakan undang-undang “kasar” untuk menargetkan dan menghukum warga Saudi karena mengkritik pemerintah di Twitter.
“Tapi (kasus) ini hanya setengah dari cerita yang ada karena bahkan putra mahkota tidak akan mengizinkan hukuman berlebihan seperti itu jika dia merasa tindakan seperti ini (berpendapat) dipenuhi kecaman. Padahal jelas, yang mereka lakukan tidak seperti itu,” ucap Aoudh.
Pejabat Saudi mengatakan kerajaan tidak memiliki tahanan politik. “Kami memiliki tahanan di Arab Saudi yang telah melakukan kejahatan dan yang diadili oleh pengadilan kami dan dinyatakan bersalah,” kata Menteri Negara untuk Urusan Luar Negeri Adel al-Jubeir.
“Gagasan bahwa mereka akan digambarkan sebagai tahanan politik adalah konyol,” sambungnya.
Ketegangan atas catatan hak asasi manusia Arab Saudi yang kaya minyak telah meregangkan hubungannya dengan Amerika Serikat. Ini termasuk dengan kasus hak-hak perempuan dan pembunuhan dan pemotongan jurnalis Jamal Khashoggi pada 2018 di konsulat Saudi di Istanbul.
Baca: Kelompok HAM Sebut Arab Saudi Lakukan 800 Eksekusi Sejak 2015
(WIL)
Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.