SURYA.CO.ID, JAKARTA – Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengaku pernah hidup susah saat tinggal di luar negeri. Hidup pas-pasan mengandalkan bantuan keluarga atau bahkan menerima bantuan sosial. Pernah juga mendapat banyak perlakuan yang bernada merendahkahnya. Semua ia jadikan sebagai modal untuk menerbitkan kebijakan kala menjadi gubernur, yang berpihak pada kalangan bawah.
Cerita itu Anies ungkapkan saat jamuan malam dengan Chief Executive Officer (CEO) Tribun Network beserta jajaran di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Kamis (7/7/2022). Menu nasi goreng bungkus disajikan di ruang jamuan, di lantai dasar, seberang ruang kerja Gubernur DKI Jakarta. Sore sebelumnya, Anies menjadi pembicara kunci talkshow nasional Jakarta Kota Global yang diselenggarakan Warta Kota – Tribun Network juga di Balai Kota.
“Saya coba refleksi ke belakang. Saya pernah tinggal di luar negeri. Ingat tinggal, beda dengan berkunjung ya. Sebagian saya mengalami hidup susah. Lalu mendapat bantuan saudara-saudara, atau keluarga. Juga mendapat bantuan sosial. Saya juga pernah tinggal di rumah sempit, ukuran sekira ruangan inilah,” ujar Anies sembari menunjuk ruangan ukuran kira-kira 4 x 6 meter.
Anies pernah mengenyam pendidikan di bangku SMA dan perguruan tinggi di negara lain. Pernah tinggal lama di Amerika Serikat. Paris, Prancis dan Tokyo, Jepang.
Dia buru-buru menambahkan, “Saya tidak pernah cerita ini. Khawatir dikatain (mentang-mentang, Red). Saya perlu sampaikan, saya tinggal, berdomisili di negara lain, bukan sekadar berkunjung.”
Anies mengatakan, perlu menyampaikan hal itu agar orang lain dan masyarakat memahami posisi dan kebijakan publik yang diambil sebagai gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022.
Selain hidup susah cucu dari Pahlawan Nasional, Abdurrahman Baswedan atau A.R. Baswedan, itu bercerita hidup dengan komunitas Pemuda Kristen di Amerika. Bergabung dalam komunitas tersebut, ia mendapat manafaat pertemanan antara lain olahraga Bersama.
Pengalaman hidup di luar negeri itu, kata Anies, dia jadikan sebagai pertimbanga membangun Jakarta. Misalnya, memberi pelayanan istimewa kepada orang jompo di Bank DKI, mempermudah pedagang-pengusaha kecil dan mikro masuk komunitas digital.
Selain itu secara fisik, menyangkut pembangunan pedestrian atau kakilima. Semula, pejalan kaki seakan sulit mendapat tempat di Jakarta. Sebab paradigma kebanyakan orang, alat transportasi adalah kendaraan bermotor. Jadi pengguna jalan seakan hanya orang berpunya, yang memiliki kendarana bermotor.
Ia juga membangun ukuran hunian. Di Jakarta dan kota lain di Indonesia, ukuran ketinggian hunian rata-rata pendek kurang dari 3 meter, sehingga sumpek. Penat. Kini, Anies menggagas rumah susun setinggi lebih dari 4 meter.
Artikel ini bersumber dari surabaya.tribunnews.com.