SURYA.CO.ID, MADIUN – Masyarakat Desa Sewulan, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun, dengan khidmat melakukan jamasan pusaka peninggalan pendiri Desa Sewulan, Kiai Ageng Basyariah, Selasa (2/8/2022).

Ada belasan pusaka, mulai keris hingga tombak yang dibersihkan dalam momentum Tahun Baru Islam 1444 Hijriah.

Namun pusaka utama dari Kiai Ageng Basyariah, yaitu songsong atau payung dan lampit atau tikar dari rotan tidak dicuci menggunakan air bunga setaman dan air kelapa hijau seperti lainnya.

Kedua pusaka tersebut hanya dihadirkan di tengah-tengah jamasan yang berlokasi di rumah perdikan Sewulan.

Budayawan Madiun, Muhammad Baidowi mengatakan, kedua pusaka utama tersebut memiliki sejarah yang berhubungan langsung dengan pendirian Desa Sewulan oleh Kiai Ageng Basyariah.

Pusaka tersebut menurut Gus Mamak, sapaan Muhammad Baidowi, merupakan lambang pemberian tanah perdikan dari Pakubuwana II kepada Kiai Ageng Basyariah atau dulunya bernama Bagus Harun.

“Payung tersebut adalah lambang diberikannya tanah yang merdeka bebas dari pajak dari keraton dan diberikan kebebasan untuk mengatur pemerintahan sendiri,” ucap Gus Mamak ditemui di sela-sela Jamasan Pusaka.

Pemberian tanah perdikan tersebut bukan tanpa sebab. Tanah perdikan tersebut diberikan sebagai hadiah lantaran Bagus Harun berhasil memimpin pasukan untuk mengembalikan kembali tahta Mataram Islam ke pangkuan Pakubuwana II.

“Saat ada Geger Pacinan, Pakubuwana II harus menyelematkan diri ke Ponorogo dan meminta tolong Ki Ageng Besari di Tegalsari. Di situ menyusun strategi dan diutuslah Bagus Harun sebagai Manggala Yudhaning perang (utusan perang),” jelas Gus Mamak.

Berbekal Keris Tundung Madiun, Bagus Harus yang saat itu dikenal sebagai santri Ki Ageng Besari yang sakti, berhasil melaksanakan tugas tersebut dengan baik dan berhasil mengembalikan tahta Mataram Kartasura.

Atas keberhasilan tersebut Bagus Harun diberikan tanah perdikan yang diberikan lambang berupa songsong dan lampit.

Lebih lanjut, Gus Mamak menjelaskan jamasan pusaka bertujuan untuk merawat pusaka-pusaka tersebut agat tidak rusak, terutama keris dan tombak yang menjadi pusaka pendamping dari songsong dan lampit.

“Filosofinya juga tinggi yaitu untuk menjamasi diri kita pribadi baik lahir batin kita. Di keris itu ada dua bagian yaitu warangka dan curigo,” kata Gus Mamak.

“Curigo ibarat roh suksma kita sedangkan warongko diumpamakan jasad. Dengan sudah disucikannya di bulan Muharram harapannya kita akan kembali suci seperti bayi yang baru saja dilahirkan,” pungkasnya.


Artikel ini bersumber dari surabaya.tribunnews.com.