Jakarta: Pengacara istri Irjen Ferdy Sambo Putri Candrawathi Arman Hanis menyambangi Bareskrim Polri. Ia menyerahkan surat permintaan untuk segera mengusut tuntas kasus pelecehan seksual dan pengancaman yang diduga dilakukan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat (J). 
 
“Hari ini kami mengirimkan surat ke Pak Dirtipidum terkait laporan klien kami untuk ditindaklanjuti, karena berdasarkan informasi yang kami terima, Dirtipidum sudah menangani laporan terkait pencabulan maupun ancaman dari klien kami. Jadi kami minta itu bisa ditindaklanjuti segera,” kata Arman di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa, 2 Agustus 2022.
 
Pengacara lainnya, Sarmauli menambahkan tujuannya datang untuk meminta kepastian hukum atas laporan yang dilayangkan Putri Candrawathi sebagai korban tindak pidana kekerasan seksual. Apalagi sudah ada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). 

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“Klien kami sebagai korban punya hak. Haknya adalah untuk dilindungi, ditangani, dan juga pemulihan. Untuk itulah kami mengirimkan surat meminta kepastian hukum supaya perkara ini ditangani secara utuh, transparan, termasuk juga rentetan kejadian yang mendahului terjadinya tembak menembak,” ungkap dia.
 

 
Sementara itu, pengacara lainnya Patra mengatakan surat diberikan kepada Dirtipidum Bareskrim Polri di lantai 4 Gedung Bareskrim Polri. Menurutnya, ada tiga permohonan dalam surat tersebut, salah satunya, kepastian pengusutan laporan dari kliennya. 
 
“Karena seperti yang kami dapat, surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP), semua syarat untuk gelar perkara sudah terpenuhi. Itu pertama, kepastian hukum,” ucap dia. 
 
Kedua, meminta perlindungan hukum. Ia mengatakan hal itu perlu dilakukan karena korban adalah perempuan. Menurutnya, Polri harus serius menangani kasus itu. Sebab, korban dilindungi UU TPKS yang disahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 9 Mei 2022.
 
“Masyarakat bisa lihat kalau ditangani istri jenderal saja misalnya, kesulitan untuk membuat laporan atau diproses, bagaimana kita perempuan? Misalnya dia dari keluarga miskin, kaum papa, marjinal, terlupakan. Jadi ini sebagai contoh,” katanya. 
 
Ketiga, ia meminta proses penyidikan dilakukan secara utuh, komprehensif, dan transparan. Ia ingin polisi memaparkan semua rangkaian peristiwa.
 
Ia menyebut meski terduga pelaku telah meninggal dunia tak serta merta kasus tidak bisa diproses. Polisi, kata dia, layak memroses kasus untuk membuat terang perkara walau akhirnya ditutup karena pelaku telah meninggal dunia. 
 
“Kalau pun ternyata nanti tersangkanya sudah meninggal, maka kita gunakan Pasal 77 KUHP. Penuntutannya hapus. Tapi kami semua mau tahu peristiwanya itu seperti apa? Dugaan kekerasan, dugaan pencabulannya seperti apa? Jadi tak usah khawatir pengacara dari sana (Brigadir J) sudah diatur sama KUHAP dan KUHP,” jelas dia. 
 

(END)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.