Jakarta: Pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menyebut pengolahan dan pemurnian (smelter) yang sedang dibangun di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) JIIPE, Gresik, Jawa Timur, akan memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Bahkan smelter itu diyakini berkontribusi signifikan.
 
“Nilai tambah produksi emas itu memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian Indonesia di pusat dan daerah Papua,” kata Fahmy kepada wartawan, Jakarta, Rabu, 20 Juli 2022.
 
Penulis buku Freeport Kembali ke Pangkuan Ibu Pertiwi itu juga menerangkan produksi emas yang sedemikian besar adalah buah dari keberhasilan pemerintah mengambil alih Freeport dari saham minoritas sekitar 9,4 persen menjadi saham mayoritas sebesar 51,2 persen.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“Produksi emas yang melimpah itu merupakan  hasil divestasi 51 persen. yang salah satu syaratnya adalah smelterisasi di dalam negeri,” ungkapnya.
 
Menurut Fahmi, PT FI sebelumnya mengekspor konsentrat karena belum membangun smelter. Apalagi, kata dia, Indonesia hampir tidak dapat manfaat dari produksi emas PT FI lantaran smelterisasi konsentrat di lakukan di smelter luar negeri.
 
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya mengungkapkan PT Freeport Indonesia akan memproduksi emas sebesar 1 ton per minggu dari pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) yang sedang dibangun di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) JIIPE, Gresik, Jawa Timur.
 
Dengan adanya investasi USD200 juta untuk tahap awal PT FI bisa memproduksi 35 ton emas per tahun. Produksi emas yang besar di dalam negeri bisa membuat Indonesia segera membentuk bullion bank atau bank yang bisa menerima transaksi emas, selain mata uang biasa.
 
“Sehingga, kalau ditangkap ini dengan bullion bank ini tidak perlu dikirim ke Singapura karena kebanyakan sekarang dikirim ke Singapura, dari Singapura masuk lagi ke Indonesia. Sehingga, hampir seluruh industri perhiasan itu adalah cost-nya hanya tolling fee karena tentu kaitannya dengan insentif fiskal dengan PPN,” kata Ketum Golkar itu.
 

Proyek smelter senilai Rp42 triliun itu akan mengolah 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun, memproduksi 600 ribu ton katoda tembaga, dan 35 ton emas per tahunnya.

Awasi Pengiriman

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia M Faisal mengingatkan agar pengiriman bahan baku dari tambang PT Freeport ke smelter Gresik harus diawasi dengan benar.
 
“Yang titik kritis adalah masalah pengawasan. Karena tambang di Papua, Smelter di Jawa Timur, maka pengawasan dalam hal pengiriman memastikan bahwa tidak ada distorsi,” kata Faisal dihubungi terpisah.
 
Tak hanya itu, menurut dia, pengawasan juga harus betul-betul dilakukan jika pemerintah melarang ekspor barang mentah termasuk emas. Dia tak ingin ada kebocoran karena lalai dalam pengawasan.
 
Dalam aspek sosial, Faisal mengatakan keberadaan baik itu tambang maupun smelter harus memperhatikan kesejahteraan masyarakat sekitar. Dia mencontohkan smelter di Sulawesi dan Maluku yang dianggap tidak memberikan sumbangsih pada pendapatan pemerintah daerah (pemda), termasuk tenaga kerjanya.
 
“Kalau di Sulawesi dan Maluku, ini sering kali pemda tidak tahu banyak dengan tata niaga, dan seberapa jauh penerimaan untuk daerah itu tidak kelihatan atau belum jelas. Sebetulnya belum lagi seberapa banyak tenaga kerja yang direkrut yang domestik apalagi lokal. Itu menjadi isu dan masalah. Dan ini menjadi pelajaran untuk tidak terjadi di komoditas hilirisasi di komoditas lain,” tegas Faisal.
 

(JMS)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.