“Masih seputar legalitas dan struktur,” kata Ibnu saat keluar Gedung Bareskrim Polri, Selasa dini hari, 12 Juli 2022.
Ibnu mengaku lelah usai diperiksa penyidik. Dia emoh bicara banyak.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
“Masih seputar legalitas ACT, itu saja saya lelah banget, saya istirahat dulu ya,” ujarnya.
Sementara itu, kuasa hukumnya, Wida mengatakan pihaknya telah menjelaskan terkait data-data legalitas ACT sejak 2005. Dia menegaskan pemeriksaan belum terkait dengan aliran dana ACT.
“Terkait dengan akta pendirian dari tahun 2005. Semua yang kami jelaskan kan ada datanya,” kata Wida.
Penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri juga memeriksa mantan Presiden ACT Ahyudin. Dia keluar lebih dahulu yakni sekitar pukul 21.00 WIB pada Senin, 11 Juli 2022. Ahyudin diperiksa selama 12 jam dari pukul 08.30 WIB soal dugaan penyelewengan dana kompensasi korban kecelakaan Lion Air JT-610.
“Hari ini lebih banyak membahas tentang terkait dengan Boeing. Jadi Alhamdulillah dengan penyidik tadi sudah dibahas tentang Boeing secara komprehensif meskipun saya tidak bisa menjelaskan di sini secara utuh,” kata Ahyudin.
Polisi juga memeriksa tiga pihak ACT lainnya. Yakni manager operasional, bagian keuangan, dan bagian legal yayasan. Namun, tak diketahui pasti identitas ketiga saksi itu.
Polri mengungkap ketidakberesan lembaga filantropi ACT mengelola dana bantuan untuk ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018. Dana tersebut diduga disalahgunakan oleh mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar.
“Melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana social/CSR dari pihak Boeing tersebut untuk kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan melalui keterangan tertulis, Sabtu, 9 Juli 2022.
Ketika dana bantuan tersebut masuk, Ahyudin menjabat merangkap ketua, pengurus, dan pembina di ACT. Sedangkan, Ibnu selaku ketua pengurus.
Selain itu, lembaga filantropi tersebut juga menampung donasi Rp60 miliar per bulan. Total donasi itu langsung dipangkas 10-20 persen oleh ACT. Jumlah tersebut setara dengan Rp6-12 miliar.
Pemotongan tersebut untuk membayar keperluan gaji pengurus dan seluruh karyawan ACT. Sejumlah pihak lain di dalam struktur ACT juga kecipratan uang tersebut. Pembina dan pengawas juga mendapatkan dana operasional yang bersumber dari potongan donasi itu.
Kasus telah naik ke tahap penyidikan, artinya polisi mengantongi unsur pidana. Polisi tengah mencari dua alat bukti guna menetapkan tersangka.
(DEV)
Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.