Jakarta: Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri akan melacak aset empat tersangka penggelapan dana donasi di yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Pelacakan berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). 
 
“Kami berkoordinasi dengan PPATK, kemudian kita akan melakukan asset tracing (pelacakan aset) terhadap apa yang diterima oleh keempat tersangka tersebut,” kata Wakil Direktur Tipideksus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf saat dikonfirmasi, Selasa, 26 Juli 2022.
 

Keempatnya ialah Ahyudin (A) selaku mantan Presiden ACT yang saat ini menjabat ketua pembina dan pengurus ACT dan Ibnu Khajar (IK) selaku Presiden ACT saat ini. Kemudian, Hariyana Hermain (HH) selaku Senior Vice President & Anggota Dewan Presidium ACT dan Novariadi Imam Akbari (NIA), selaku Sekretaris ACT periode 2009-2019 dan ini sebagai Ketua Dewan Pembina ACT.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Para tersangka mendapatkan gaji yang sangat fantastis setiap bulannya. Kisarannya dari Rp50-450 juta. Ahyudin mendapat gaji yang paling banyak yakni Rp450 juta, sedangkan Ibnu Khajar mendapat gaji Rp150 juta per bulan. Sementara itu, Hariyana dan Novariadi kisaran Rp50-100 juta. 

Helfi mengatakan mereka mendapatkan gaji itu dari penggelapan dana santunan untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang diberikan Boeing. Mereka menggelapkan dana dari total Rp138 miliar yang diberikan untuk 69 ahli waris. 
 
Uang sebanyak Rp103 miliar digunakan untuk program yang telah dibuat ACT. Sisanya Rp34 miliar digunakan tidak sesuai peruntukan. 
 
Helfi memerinci tidak sesuai peruntukan tersebut, yakni pengadaan armada rice truk senilai Rp2 miliar. Kemudian program big food bus senilai Rp2,8 miliar, dan pembangunan pesantren peradaban Tasikmalaya senilai Rp8,7 miliar.
 

Selanjutnya, untuk koperasi syariah 212 kurang lebih Rp10 miliar. Penggunaan dana CSR dari Boeing sebesar Rp3 miliar untuk dana talangan CV CUN. Terakhir, mengambil dana senilai Rp7,8 miliar sebagai dana talangan untuk PT MBGS. Sehingga total semuanya Rp34.573.069.200.
 
“Kemudian selain itu, juga digunakan untuk gaji para pengurus yang sekarang sedang dilakukan rekapitulasi dengan tim kami, nanti akan dilakukan audit kepada ACT,” ucap Helfi. 
 
Para tersangka dijerat pasal berlapis. Yakni tindak pidana penggelapan dan atau penggelapan dalam jabatan dan atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik (ITE) dan atau tindak pidana yayasan dan atau tindak pidana pencucian uang. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP, Pasal 374 KUHP, Pasal 45 a ayat 1 jo Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. 
 
Lalu, Pasal 70 ayat 1 dan ayat 2 jo Pasal 5 UU Nomor 16 Tahun 2001 sebagai mana diubah dalam UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Kemudian, Pasal 3, 4, 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU. Terakhir, Pasal 55 KUHP jo Pasal 56 KUHP. Dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun.
 

(LDS)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.