Jakarta:  Pelaksanaan 3rd G20 Development Working Group (DWG) Meeting pada 10-12 Agustus 2022 di Bali telah mencapai akhir dengan menekankan pentingnya multilateralisme hingga pendanaan pembangunan.
 

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan DWG adalah tempat bagi negara-negara anggota G20 untuk berkumpul, mengutamakan multilateralisme, berbagi solusi yang mendorong pertumbuhan, memetakan kembali rencana pembangunan, dan mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).
 
“G20 memiliki pengetahuan, keahlian, dan sumber daya keuangan untuk membalikkan lintasan yang telah keluar jalur. Mari lakukan segala usaha untuk mengubah arah dan membangun kemajuan yang solid,” ungkap Suharso dikutip dari Antara, Minggu, 14 Agustus 2022.
 
Ia mengungkapkan hasil 3rd DWG difinalkan dengan mengerucutnya pembahasan dokumen-dokumen kunci, yakni The G20 Roadmap for Stronger Recovery and Resilience in Developing Countries, Least Developed Countries, and Small Island Developing States.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Kemudian, The G20 Principles to Scale-Up Blended Finance in Developing Countries, The G20 Ministerial Vision Statement: Multilateralism for SDGs Decade of Action, dan 2022 G20 Bali Update.
 
Suharso menjelaskan empat dokumen dan kesepakatan yang telah disusun dalam rangkaian DWG Meeting akan menjadi fondasi pembahasan kerja sama pembangunan dalam G20 Development Ministerial Meeting yang akan dilaksanakan di Belitung pada 7-9 September.
 
DWG Meeting telah terlaksana tiga kali sepanjang 2022, yakni 1st DWG Meeting di Jakarta pada 24-25 Februari, 2nd DWG Meeting di Yogyakarta pada 24-25 Mei, serta 3rd DWG Meeting di Bali pada 10-12 Agustus 2022.
 
DWG membahas strategi G20 untuk mitigasi pandemi Covid-19, UMKM, SDGs, infrastruktur kesehatan global, transformasi digital, serta transisi energi berkelanjutan, terutama di negara berkembang.
 
Sementara itu, G20 DWG Chairman Scenaider Siahaan menyatakan DWG juga menargetkan peningkatan pembiayaan campuran atau blended finance.
 
“Itu yang juga Indonesia usulkan, kami menyusun prinsip untuk blended finance. Jadi, bagaimana mendatangkan pendanaan termasuk dari development fund, filantropi, dan sektor swasta untuk melengkapi APBN-nya negara-negara berkembang tersebut,” ucap Scenaider.
 

(SAW)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.