Jakarta: Indonesia disebut memiliki ketersediaan pangan yang memadai hingga akhir 2024. Bahkan dalam tiga tahun terakhir, Indonesia disebut sudah tidak lagi melakukan impor beras.
 
Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal Hastiadi meminta pemerintah tidak terkecoh dengan keamanan surplus stok beras. Pemerintah diharap tetap memperhatikan kebutuhan beras dalam negeri.
 
Menurut dia, kondisi ekonomi global yang semakin membaik diprediksi meningkatkan permintaan pada komoditas pangan. Hal itu akan mendorong pada kelangkaan jangka panjang.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“Dari hasil simulasi kami, di kuartal ke-3 2023, itu sudah akan ada gejala kelangkaan,” kata Fithra melalui keterangan tertulis, Sabtu, 2 Juli 2022.
 
Ekonom dari Universitas Indonesia itu juga menyarankan pemerintah untuk memperhatikan kondisi global. Pemerintah diingatkan kembali agar tidak hanya melihat stok beras dalam negeri.
 
“Kemungkinan negara-negara besar di dunia memprioritaskan demand domestiknya. Dari sisi komoditas beras, Thailand, Vietnam kemungkinan akan menahan ekspornya dan menguatkan demand dalam negeri,” kata Fithra.
 
Selain itu, kerja sama regional harus ditingkatkan untuk menjamin keamanan stok komoditas pangan. Untuk menjamin kemanan stok beras dalam negeri, kata dia, peran Bulog perlu ditingkatkan tidak hanya di level nasional, tetapi di tingkat regional.
 
“Kita dalam hal ini juga harus menguatkan Bulog, tidak hanya di level nasional tapi juga di level regional, bisa jadi semacam operator, sehingga stoknya aman,” kata dia.
 
Sementara itu, pakar teknologi pangan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahrizal Yusuf Affandi mengungkapkan ketersediaan pangan dan wacana ekspor beras patutnya dikaji lebih mendalam.
 
“Bisa jadi kebutuhan atau suplai beras nasional itu mencukupi sehingga kemudian berencana untuk ekspor karena memang ada perubahan pola konsumsi. Jadi konsumen terutama di perkotaan sudah semakin meninggalkan beras,” kata Fahrizal.
 
Fahrizal menjelaskan konsumsi beras memang ditargetkan turun. Dari 94 kg per kapita per tahun di 2019 diharapkan turun menjadi 85 kg per kapita per tahun di 2024. Menurut dia, diversifikasi pangan bisa dikatakan berhasil jika dilihat dalam konteks tidak memakan nasi.
 

Namun di sisi lain, masyarakat ternyata mengonsumsi gandum. “Dulu kan kita tergantung sama beras, kita ingin punya alternatif terhadap beras tapi malah larinya ke gandum,” ucap dia.
 
Menurut Fahrizal, Indonesia saat ini sudah tergantung pada pangan impor, misalnya gandum dari luar negeri. Hal itu dinilai akan mengancam kedaulatan pangan Indonesia. Dia menilai pemerintah terlihat belum serius mendukung diversifikasi berbasis pangan lokal.
 
“Dukungan untuk sumber karbohidrat berbasis pangan lokal itu masih kurang. Kita masih bertumpu ke beras dan strategi diversifikasi pangan kita masih berbasis gandum,” tegas dia.
 
Pemerintah menggelar rapat koordinasi terbatas lintas kementerian dan lembaga untuk membahas situasi pangan nasional dan antisipasi krisis global di bidang pangan, Kamis, 30 Juni 2022. Menteri Koordinator Bidang (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan Indonesia memiliki ketersediaan pangan yang memadai hingga akhir 2024.
 
Bulog disebut sudah tidak lagi mengimpor beras dalam tiga tahun. Indonesia bahkan berencana untuk mengekspor beras.
 
“Berdasarkan data dan neraca yang dipaparkan pada rapat internal dengan Bapak Presiden, stok per Desember 2021 adalah 7 juta ton dan stok Bulog lebih dari 1 juta ton, artinya kalau  ekspor 200.000 ribu ton masih aman,” kata Menko Airlangga.
 

(JMS)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.