SURYA.CO.ID, BLITAR – Hubungan Bupati Blitar, Rini Syarifah dan anggota DPRD Kabupaten Blitar yang selama ini kurang harmonis, sedikit mencair. Indikasi itu terlihat setelah selesainya pelaksanaan rapat paripurna Pembahasan Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) 2022, yang sempat dua kali batal karena kehadiran anggota dewan tidak kuorum.

Namun setelah diduga ada komunikasi politik yang mungkin saling menguntungkan, anggota dewan bisa menurunkan tensinya. Dampak baiknya, rapat paripurna yang membahas nasib rakyat Kabupaten Blitar ke depan itu (PAK) bisa terlaksana, Rabu (18/8/2022) malam lalu.

Itu berarti aksi ‘boikot’ berjamaah anggota dewan berhasil karena bisa membuat eksekutif panik. Sebab, kalau perseteruan tanpa ujung pangkal itu berlanjut, maka akan berdampak luar biasa karena pembahasan proyek yang didanai oleh APBD melalui PAK itu akan terlambat disahkan.

Akibatnya, anggaran bisa tak terserap dan lebih berbahaya lagi kalau pekerjaan proyek fisik bakal molor melebihi akhir tahun (2022). “Tak ada apa-apa. Kami bukan karena siapa atau sesuatu namun itu semua demi rakyat, supaya tak sampai terlambat pengesahan PAK,” ujar Suwito Saren Satoto, Ketua DPRD Kabupaten Blitar, Senin (22/8/2022).

Suwito berdalih, ia bersama anggota PDIP lainnya tidak hadir dua rapat paripurna yang gagal lalu, karena memang ada keperluan bersamaan. “Toh, akhirnya rapat paripurna (PAK) bisa dilaksanakan, sehingga kepentingan rakyat tetap bisa dijalankan ke depan,” tegas Suwito.

Namun Suwito meminta Pemkab Blitar khususnya bupati, agar punya terobosan terkait proyek prioritas ke depan. Menurutnya, jangan hanya proyek rutinas yang digarap, tetapi juga serius menangani jalan rusak yang sudah dikeluhkan di mana-mana.

“Kami ini punya harapan, agar Kabupaten Blitar ini punya rumah sakit spesialis. Dua rumah sakit yang sudah ada saat ini (RSUD Ngudi Waluya, Wlingi dan yang baru dibangun di Kecamatan Srengat) itu, alangkah baiknya salah satunya dijadikan rumah sakit yang bisa jadi identitas kita. Misalnya, spesialis jantung atau Ortopedi yang selama ini dikenal di Solo. Kita bisa membangun seperti itu,” tegasnya.

Sementara, Masda’in Rifai, Ketua PCNU Kabupaten Blitar mengaku kaget rapat paripurna sampai batal dua kali karena kehadiran anggota dewan tidak kuorum. Rifai menilai ada sesuatu, yang sangat disayangkan antara anggota dewan dengan bupati yang diusung PKB, PAN dan PKS itu.

“Kami tidak tahu karena tidak pernah diajak berdiskusi selama ini meski Bupati Blitar memang diusung oleh PKB, salah satunya. Baru kali ini dalam sejarah (Kabupaten Blitar) ada rapat sepenting itu, sampai dua kali batal, itu perlu diurai. Ke depan, kejadian itu tidak boleh terjadi lagi,” tegas Gus Dain, sapaannya.

Menanggapi hal itu, Sekda Pemkab Blitar, Izul Marom membantah kalau tak ada apa-apa. Hubungan antara eksekutif dan legislatif selama ini harmonis. “Kalau kemarin itu (anggota dewan yang tak hadir), mungkin lagi ada kegiatan saja. Tak ada masalah, kami baik-baik saja,” tegas Izul.

Perlu diketahui, dua kali rapat paripurna batal dilaksanakan, bukan hanya menjadi pergunjingan tetapi juga menimbulkan kecurigaan, bahwa hubungan bupati dan anggota dewan selama ini tidak baik. Tak jelas masalahnya namun banyak pihak menduga, tidak ada komunikasi yang baik dari eksekutif terkait pembahasan proyek.

Makanya, anggota dewan mengirim sinyal ke bupati dengan tidak hadir pada dua kali rapat paripurna. Entah kebetulan atau tidak, yang tidak hadir dua kali saat itu, bukan partai pengusung bupati. Yakni PDIP dengan 19 kursi di gedung dewan dan Gerindra dengan enam kursi.

Gerindra berdalih sedang menghadiri Rapimnas DPP yang digelar di Sentul selama tiga hari. Makanya, dua kali rapat paripurna batal karena hanya dihadiri oleh 21 anggota dewan. Untuk paripurna yang ketiga, kabarnya ‘hanya’ dihadiri 36 orang. Itu berarti masih ada 14 orang yang absen. *****


Artikel ini bersumber dari surabaya.tribunnews.com.