Jakarta: Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengembangkan kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa jalur mandiri di Universitas Lampung (Unila). Lembaga Antikorupsi diminta menindak oknum penerima suap di kampus negeri, selain Unila.
 
“Dugaan (suap serupa) di kampus lain bisa saja (ada), dugaan yang tes mandiri begini, karena itu memungkinkan nilai diubah-ubah,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada Medcom.id, Senin, 22 Agustus 2022.
 
Penerimaan mahasiswa jalur suap dinilai sudah menjadi rahasia umum. Jalur mandiri dinilai pintu masuk suap karena penilaian tergantung pihak kampus.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“Panitianya juga lokal, maka bisa saja soalnya dibocorkan kepada yang diduga menyuap,” ujar Boyamin.
 
Boyamin meminta KPK menindak semua oknum kampus yang biasa meminta duit untuk menerima mahasiswa. Tindakan tegas dari KPK diyakini bisa menyetop kebiasaan buruk ini.
 
Di sisi lain, KPK berharap modus suap masuk kampus negeri di Indonesia tidak terulang. Semua oknum di kampus negeri diminta berhenti.
 
“Kami berharap bila ada praktik semacam ini di tempat lain dalam dunia pendidikan kita, hentikan praktik-praktik koruptif semacam ini,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Senin, 22 Agustus 2022.
 

Rektor Unila Karoman ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa. Selain Karoman, KPK juga menetapkan Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Lampung, Heryandi; Ketua Senat Universitas Lampung, Muhammad Basri; dan pihak swasta, Andi Desfiandi sebagai tersangka.
 
Andi selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang -Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi.
 
Sedangkan, Karomani, Heryandi, dan Basri selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
 

(LDS)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.