Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menilai organisasi sosial Aksi Cepat Tanggap (ACT) harus diproses hukum. Penindakan itu dilakukan jika ACT terbukti menyelewengkan dana kemanusiaan.
 
“Jika ternyata benar bahwa dana kemanusiaan yang dihimpun oleh ACT itu diselewengkan, maka selain harus dikutuk, penyelewengan itu juga harus dibawa ke proses hukum pidana,” kata Mahfud melalui akun Instagram pribadinya @mohmahfudmd, Selasa, 5 Juli 2022.
 
Mahfud menyampaikan pengalamannya saat memberikan dukungan kepada ACT dan mempromosikan kegiatan organisasi sosial itu demi misi kemanusiaan pada 2018. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini menjelaskan pihak ACT secara tiba-tiba mendatangi kantornya.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“Untuk memberi endorsement (promosi) tersebut, saya pernah tiba-tiba didatangi ke kantor. Saya juga pernah ditodong begitu selesai memberi khotbah di sebuah masjid,” kata Mahfud.
 
Saat itu, Mahfud mengaku merasa senang mempromosikan gerakan kemanusiaan. Selain itu, kata Machfud, pihak ACT juga menjelaskan bahwa mereka menghimpun dana kemanusiaan untuk membantu warga Palestina, korban bencana alam di Papua, dan gempuran Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) di Damaskus, Suriah.
 
“Ketika itu, saya melihat ACT masih murni bekerja untuk urusan kemanusiaan,” jelas dia.
 

Sementara itu, Bareskrim Polri tengah membuka penyelidikan terkait dugaan penyelewengan dana kemanusiaan oleh ACT. Menurut Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo, Bareskrim Polri tengah melakukan proses penyelidikan meskipun belum menerima laporan dari masyarakat.
 
Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengungkap dari hasil analisis transaksi yang dilakukan pihaknya, terindikasi ada penyalahgunaan dana untuk kepentingan pribadi. Termasuk, kata dia, ada dugaan pada aktivitas terlarang.
 
PPATK sudah sejak lama melakukan analisis terhadap transaksi keuangan ACT. Hasil analisis itu pun telah diserahkan kepada aparat penegak hukum, dalam hal ini Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
 

(LDS)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.