Jakarta: Maraknya kasus kekerasan seksual yang terungkap pada tahun 2022, salah satunya kasus MSAT membuat masyarakat Indonesia harus mengubah pandangannya terhadap fenomena ini. Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyatakan, menutup terjadinya kasus kekerasan seksual mempersulit dalam penegakan hukum.
 
“Fenomena kekerasan seksual dan pelecehan seksual sudah lama terjadi. Yang menjadi masalah adalah kita (masyarakat) tidak ingin mengakui atau terbuka bahwa hal itu terjadi. Dengan alasan misalnya nama baik institusi pendidikan, apalagi pendidikan agama. Hal itu tidak menolong, karena denial atau penolakan terhadap fakta itu menyebabkan kesulitan dalam menegakkan aturan dan hukum. Untuk mencegah terjadinya pengulangan peristiwa yang sama,” jelas Taufan Damanik dalam tayangan Metro Siang, di Metro TV, Selasa, 12 Juli 2022.
 
Selain faktor menjaga nama baik, Taufan Damanik juga memaparkan ada faktor lain yang menyebabkan sulitnya terungkap kasus kekerasan seksual. Banyaknya korban kekerasan seksual yang enggan melapor, karena adanya labeling sosial.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“Masih banyak korban yang tidak berani dan masih enggan melapor, bahkan di masyarakat ada nilai-nilai sosial yang seringkali korban itu justru jika dia membuka peristiwa nya malah akan menjadi korban berikutnya, misalnya labeling sosial. Sehingga orang cenderung untuk menutup,” ujarnya.  
 
Selain itu proses hukum yang dilakukan juga tidak mudah, korban kekerasan seksual belum mendapatkan perlindungan hukum yang optimal.
 
“Ke-2 proses hukumnya tidak mudah, sebagai contoh kasus UNRI kebetulan anak-anak mahasiswa yang mengangkat kasus ini datang ke Komnas HAM. Mereka mengalami tekanan dari sisi nama baik, integritas, media sosial ataupun ruang publik bahkan korban juga mengalami hal itu, sehingga membuat dia sulit membuka semua (kejadian),” kata dia.
 
Terakhir lanjut dia, mengenai prosedur hukum yang tidak mudah. “Yang terakhir adalah soal prosedur hukum yang memang tidak mudah untuk melakukan proses pembuktian. Apalagi kalau peristiwanya belum sampai pada tingkat yang lebih berat. Biasanya ada langkah lain bukan langkah tindak pidana tapi etik,” jelasnya
 
Dari ketiga faktor tersebut kata dia, tentu perlu adanya perubahan dari segi pandangan masyarakat terhadap korban kekerasan seksual.
 
“Masyarakat harus mengubah pandangannya. Orang-orang yang menjadi korban pelecehan seksual harus dilihat sebagai korban. Jangan ditempatkan sebagai orang yang dianggap melakukan suatu tindakan melawan moral,” tegas dia.
 
Taufan Damanik menyatakan, undang-undang mengenai kekerasan seksual bisa dikatakan lengkap untuk dilakukan prosesnya.
 
“Semua perangkat UU sudah lengkap untuk kita lakukan tapi tadi saya katakan problem sosial kita harus kita atasi dan problem penegakan hukum untuk tidak lagi mau dihalangi oleh sentimen keagamaan dan moral lain,” kata dia. (Ainun Kusumaningrum)
 

(MBM)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.