Jakarta: Dokter Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) Hermanto Tri Joewono
menjelaskan perihal brain friendly learning. Hal ini disampaikan dalam webinar Tanya Apa Saja Tentang Ilmu Pendidikan Kedokteran (TASTIDIKDOK) ke-15 bertema brain friendly learning.
 
Hermanto menjelaskan brain friendly learning ialah kerja otak dalam pembelajaran dan pendidikan. Dia menuturkan ada tujuh hal yang dapat memengaruhi kinerja otak.
 
Pertama, kapasitas otak manusia tidak terbatas. Hermanto menjelaskan otak manusia memiliki kapasitas memori yang tidak terbatas selama individu dapat memanfaatkan dengan baik.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Kedua, setiap otak unik. Hal ini lantaran setiap individu memiliki genetik dan pengalaman yang variatif sehingga setiap otak memiliki karakteristik yang tidak sama.
 
Hermanto menyebut kerja otak ini sama halnya dengan cara belajar dan menyerap ilmu tiap orang yang berbeda. “Mestinya metode pengajaran pada setiap orang itu berbeda-beda. Saya mengusulkan adanya adaptif personalized curriculum. Jadi kurikulum itu tidak hanya satu metode untuk semua jenis mahasiswa,” ujar Hermanto dikutip dari laman unair.ac.id, Kamis, 21 Juli 2022.
 
Ketiga, visualisasi. Hermanto menuturkan ada korelasi antara sensori dan motorik dalam tubuh yang saling berkaitan. Keempat, burnout atau kondisi stres dan kelelahan, baik fisik maupun mental, salah satunya dalam hal pekerjaan.
 
Hermanto menyebut burnout turut memengaruhi kinerja dalam bekerja yang menjadi tidak maksimal. “Kalau terlalu lama bekerja akan menimbulkan dampak kurang baik. Termasuk dalam hal ketika mengambil keputusan, dan apabila keputusan tersebut dijalankan akan turut membahayakan pasien,” papar dia.
 
Kelima, menjadi momok. Hermanto mengatakan otak juga dapat mereproduksi emosi yang penting dalam hal pembelajaran.
 
Adanya bagian otak yang disebut amigdala akan bekerja atau bertindak reflek ketika diri dalam keadaan terancam. Keenam, pengaruh negatif feedback.
 
Menurutnya, feedback tidak selalu positif namun setiap dari feedback negatif akan dirupakan positif. Ketujuh, active participation, yakni digambarkan dalam hal belajar mengajar di kelas yang mana peserta harus lebih aktif ketimbang dosen.
 
Hermanto menyebut peserta harus lebih aktif menggali materi dan menginstruksikan sendiri agar semakin paham. “Peran dosen hanya membantu saja. Bukan yang mengisi gelas kosong atau memindahkan isi dari buku ke otak peserta atau mahasiswa,” ucap Hermanto.
 
Dia juga berpesan agar mengurangi kegiatan yang bertentangan dengan cara otak bekerja. Seperti satu metode belajar untuk semua mahasiswa, passive participatory, bullying, burnout, dan negative feedback.
 

 

(REN)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.