“Sebetulnya itu kebijakan pelonggaran namanya. Karena covid-19 kita (sebelumnya) sudah terkendali, positivity rate itu juga di bawah lima persen kemudian tingkat masuk rumah sakit (BOR) atau hospitalisasinya di bawah lima persen dan seterusnya,” kata dia dalam Siaran Sehat Bersama Dokter Reisa secara daring di Jakarta, Senin, 4 Juli 2022.
Menanggapi soal pemerintah akan mengkaji ulang kebijakan pelonggaran pemakaian masker di tempat terbuka, ia menuturkan saat ini belum ada perubahan terkait aturan tersebut. Meskipun, kata dia, telah terjadi fenomena fluktuasi kasus covid-19 di Indonesia.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Jumlah kasus pada bulan Juni 2022 mencetak angka tertingginya yakni 2.000 kasus lebih. Bahkan berdasarkan data yang dimiliki, 87 persen varian covid-19 yang mendominasi saat ini adalah sub-varian BA5.
Syahril menyarankan agar pemakaian masker kembali diperketat, termasuk pengetatan pada kebijakan-kebijakan. Sebab, kata dia, sudah menjadi kebutuhan setiap orang untuk menggunakan masker sebagai bentuk perlindungan diri dari berbagai penyakit menular.
“Artinya, setiap individu perlu memahami bahwa budaya hidup sehat kini sudah tak lagi menjadi kewajiban setiap individu, melainkan menjadi sebuah kebutuhan untuk terhindar dari covid-19 maupun penyakit menular lainnya,” jelas dia.
Dia mengingatkan penggunaan masker yang benar dan tepat di atas hidung, juga perlu diimbangi dengan rajin mencuci tangan dan menjauhi kerumunan. Vaksinasi covid-19 juga diperlukan agar antibodi tetap terbentuk dan dapat melawan virus.
Syahril menekankan kebijakan pemerintah terkesan berubah-ubah karena adanya pelonggaran-pengetatan yang dilakukan. Namun, hal itu dilakukan dengan mengikuti perkembangan kasus covid-19.
“Itu semua adalah upaya untuk melindungi masyarakat. Bukan untuk memaksa masyarakat tapi untuk melindungi bagi orang itu maupun orang lain,” kata dia.
(LDS)
Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.