Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan potensi resesi yang dialami Indonesia jauh lebih kecil dibandingkan dengan negara lain. Kendati demikian, ia menyebut, pemerintah tetap waspada karena tekanan terhadap ekonomi global masih akan meningkat.
 
Dalam survei Bloomberg, potensi resesi Indonesia hanya tiga persen atau berada di urutan ke-14 dari 15 negara Asia yang disurvei. Sementara itu, negara maju seperti Amerika Serikat (AS) disebut memiliki potensi resesi mencapai 40 persen, Eropa sebesar 55 persen, dan Tiongkok 20 persen.
 
“Indonesia dalam hal ini probabilitas untuk resesi adalah tiga persen. Kalau dibandingkan dengan negara-negara tersebut maka lebih kecil. Meski demikian kita tetap harus waspada karena semua indikator ekonomi dunia mengalami pembalikan yaitu dari tadinya pemulihan menjadi pelemahan,” kata dia, dalam video conference, Rabu, 27 Juli 2022.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Tak hanya pelemahan pemulihan ekonomi global, ia menilai, kompleksitas dari kebijakan yang diambil oleh negara maju berpotensi memberikan dampak negatif terhadap seluruh dunia, termasuk Indonesia. Namun ia optimistis kondisi di Indonesia sejauh ini masih relatif aman dari ancaman resesi.

“Indonesia masih diperkirakan (oleh IMF) tumbuh 5,3 persen atau sedikit terkoreksi 0,1 persen dan tahun depan masih di 5,2 persen. Meski proyeksi ini terlihat baik, kita tidak boleh terlena, kita harus tetap waspada, karena ini bukan guncangan yang sepele,” ungkapnya.
 
Sri Mulyani menambahkan, dengan tekanan inflasi yang semakin tinggi maka berpotensi akan semakin menekan laju pertumbuhan ekonomi. Hal ini menjadi kombinasi yang sangat tidak baik bagi lingkungan ekonomi global yang juga harus terus diwaspadai oleh pemerintah.
 
“Kinerja ekonomi indonesia yang baik terlihat dari sektor eksternal, ekspor tumbuh kuat migas dan nonmigas tumbuh cukup baik. Produk yang berkontribusi adalah batu bara, sawit, besi dan baja. Impor juga masih kuat, menandakan kebutuhan produksi meningkat,” ujarnya.
 
“Inflasi, kita harus mulai waspada, komponen inflasi di Indonesia yang naik cukup cepat (naik) adalah volatile food. Walaupun pemerintah melakukan berbagai upaya stabilitas pangan, namun ada kenaikan harga pangan utamanya yang impor seperti gandum,” pungkas dia.

 

(ABD)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.